Alhasil, Ginan dan Sani harus berkendara keliling kota untuk mencari tempat penukaran uang lebih dahulu. Sementara itu, personel lainnya ditinggal di pom bensin sebagai jaminan.
Sesampai Ginan dan Sani di pom bensin lagi, teman-teman mereka sudah ”ditemani” polisi. Tidak mengherankan mengingat penampilan mereka layak dicurigai.
”Kami membawa mobil Slovakia, berada di Polandia, dan isinya orang Asia. Kalau bukan karena faktor luck (keberuntungan, Red), kami belum tentu bisa selamat. Ini kejadian yang paling berkesan bagi kami,” ungkap Ginan.
Bisa manggung di Eropa sudah pasti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Jeruji. Namun, ternyata ada hal lain yang membuat mereka lebih bangga. Ginan menyatakan, jika kebanyakan penonton penyanyi pop Indonesia yang manggung di luar negeri adalah WNI yang bermukim di negara tersebut, Jeruji berbeda. Penonton mereka umumnya warga setempat yang gemar musik hardcore.
Menurut Ginan, sambutan penggemar musik hardcore Eropa begitu meriah. Bukan panggung besar memang. Hanya panggung kecil di bar yang jadi tempat mereka perform.
Penontonnya pun secara jumlah tidak banyak, hanya 20-60 orang. Tapi, itu sudah memenuhi seantero bar. Jeruji selalu mendapat kehormatan main terakhir setelah band-band hardcore punk Eropa tampil.
”Kami biasanya dapat giliran tampil jam 10 malam. Kami bawain 8-10 lagu seperti Bandung Pride, Lawan, Salam Pebebasan, dan Revolusi Sunyi. Biasanya lagu Bless The Punk jadi lagu penutup kami,” kata Vincent.
Para penonton tidak sungkan untuk ikut bernyanyi, berteriak, dan bahkan bergoyang bersama Jeruji. ”Padahal, kebanyakan lagu kami berbahasa Indonesia. Beberapa bahasa Inggris. Tapi, mereka juga tidak mengerti liriknya,” ungkap Ginan yang mengaku masih terheran-heran dengan sambutan penonton yang luar biasa itu.
Jika dibandingkan dengan band hardcore punk Eropa, Jeruji boleh diadu. Buktinya, banyak orang yang awalnya memandang sebelah mata Jeruji, tapi malah terkagum-kagum setelah melihat performance mereka.
”Mereka malah bilang kami enggak cocok manggung di bar. Kami kelasnya sudah festival. Bukan bar lagi,” cerita Vincent. (*/c5/ari)