Tanpa mengubah undang-undang, lanjut dia, akan sulit melakukan perbaikan dalam menjaring calon hakim. Komisinya sangat serius terkait usulan revisi undang-undang. Hal itu perlu dilakukan agar kedepannya integritas hakim benar-benar teruji dan tidak ada lagi hakim yang ditangkap KPK.
Tertangkapnya Patrialis mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia. Sebab, posisi MK sangat penting. Jika ada persoalan, maka akan menjadi sorotan dunia internasional. Dia berharap, penangkapan itu menjadi pelajaran bagi semua pihak.
Sementara itu, pemerintah juga menjanjikan perbaikan dalam rekrutmen. Salah satunya, mengingat bahwa Patrialis merupakan hakim MK yang diajukan oleh eksekutif. ’’Rekrutmen menjadi penting, dan ke depan harus lebih baik,’’ ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Saat ini, pihaknya masih menunggu surat resmi dari MK untuk meminta hakim baru kepada pemerintah. Bila Presiden sudah menerima surat itu secara resmi, barulah pemerintah membentuk tim untuk menyeleksi calon hakim untuk mengisi posisi Patrialis. Pramono menjanjikan seleksinya bakal diperketat untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menuturkan bukan hanya pola rekrutmen yang harus diperbaiki. Tapi, pengawasan para hakim itu harus melekat. Dia tidak menyarankan untuk pembentukan badan baru untuk pengawasan hakim itu. Tapi, cukup pengawasan nomor telepon para hakim. ”Sadap saja terus menerus dari menit ke menit. 24 jam sehari,” ujar dia kemarin.
Penyadapan itu menjadi kunci agar para hakim itu tidak main-main dengan kekuasaan yang mereka miliki. Sebab, awal mula potensi korupsi itu bermula dari perbincangan atau komunikasi. ”Sadap mulai dari yang bawah sampai yang tinggi,” tambah dia.
Margarito menuturkan perlu pula mengevaluasi prosedur penyelesaian perkara. Dalam kasus uji materi peternakan misalnya perkara tersebut sebenarnya sudah selesai sidang sejak lama. Tapi, tidak kunjung diputuskan. ”Semua dokumen dan saksi sudah diperiksa. Tapi tidak segera diputus bisa bertahun-tahun. Ini musti yang dibuat beres,” jelas dia.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengungkapkan pola rekrutmen itu diserahkan pada tiga lembaga negara yakni pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi secara kelembagaan berharap orang-orang yang dipilih itu telah selesai dengan urusan duniawinya. ”Tinggal mengabdi pada nusa dan bangsa saja,” ujar dia.