Pria kelahiran Palembang itu juga menyoroti teknis rekrutmen yang dilakukan ketiga lembaga. Baik Presiden, DPR, maupun MA. Sampai saat ini, baru DPR yang memiliki peraturan teknis mengenai rekrutmen hakim MK representasi legistlatif. Sementara, lembaga Presiden belum memiliki aturan serupa berupa perpres, dan MA belum memiliki Perma untuk itu.
Sembilan hakim konstitusi memang dipilih oleh tiga lembaga. Masing-masing mengajukan tiga orang. Sehingga, posisi MK berada di tengah-tengah antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sayangnya, belum ada aturan teknis baku di lembaga eksekutif dan yudikatif dalam merekrut hakim MK.
Bahkan, aturan teknis di DPR pun dia nilai belum sempurna karena masih memunculkan celah kepentingan. Hakim dari DPR bisa mundur dari dunia politik beberapa saat sebelum dilantik. ’’Jadi, ini perlu pengaturan total. Presiden harus ambil inisiatif untuk menata ulang sistem rekrutmen,’’ tambahnya. Baik pada UU MK maupun aturan teknis di masing-masing lembaga representasi.
DPR juga menyuarakan pembenahan rekrutmen MK. Anggota Komisi III DPR Adies Kadir menyatakan, perbaikan MK sangat mendesak. Dia mengusulkan agar rektrutmen hakim MK sama dengan hakim MA. ”Diseleksi Komisi Yudisial (KY) dan ditetapkan DPR untuk diterima atau ditolak,” terang dia. Jadi, lanjut dia, tidak ada lagi tim seleksi (Timsel) untuk hakim MK. Tidak ada lagi jatah pemerintah, jatah MA dan jatah umum.
Begitu juga untuk sistem pengawasan hakim. Menurut dia, pengawasan bisa dilakukan oleh KY, sebagai lembaga pengawas, penegak etika dan perilaku hakim. Politisi Partai Golkar itu menyatakan, hakim konstitusi tidak lagi diawasi oleh Dewan Etik saja, tapi pengawasan diserahkan ke KY.
Komisi III, papar Adies, akan secepatnya mengelar rapat terkait persoalan MK setelah Patrialis tertangkap. Usulan itu akan disampaikan dalam rapat dan dibahas secara serius. Pemerintah juga akan diundang untuk menyelesaikan persoalan yang mencoreng nama MK itu.
Muhammad Nasir Djamil, anggota Komisi III menyatakan, untuk memperbaiki MK, harus dilakukan revisi terhadap Undang-Undang MK sendiri. Terutama yang berkaitan dengan rekutmen. Jadi sistem yang sudah ada harus dirombak. Selama ini dari tiga institusi yang merekrut hakim, hanya DPR yang transparan dan melibatkan masyarakat. Sementara pemerintah dan MA tertutup. ”Tiba-tiba ada hakim yang berasal dari pemerintah dan MA,” papar politisi PKS.