Urusan menangkap ikan ramah lingkungan yang konsisten dilakukan Ismail itu bukan hanya soal kualitas ikan ekspor. Lebih dari itu, menangkap ikan semestinya juga diiringi menjaga lingkungan perairan. ”Padahal, alam itu aset. Kalau terumbu karang rusak, makin sedikit tangkapan,” tuturnya.
Ismail hanya membeli ikan dari nelayan yang menangkap dengan kail dan jala. Kualitas ikan terjaga. Begitu juga ekosistem laut. Harga ikan pun dibeli lebih mahal daripada harga pasaran.
Faidy Wibowo, seorang pembeli dari Jakarta, datang langsung ke gudang Ismail. Faidy menyatakan sudah dua kali ini membeli ikan dari Ismail untuk diekspor ke Hongkong. ”Kualitasnya yang paling bagus di antara yang ada di sini. Kalau untuk ekspor, jelek sedikit saja reject,” jelas dia.
Ismail mengungkapkan, saat memulai bisnis ikan, dirinya tidak terlalu mengerti soal menjaga lingkungan. Yang dia tahu, menangkap ikan dengan cara mengebom itu melanggar hukum. Artinya, bisa saja pelakunya dipenjara atau didenda karena perusakan lingkungan. ”Membeli ikan dari hasil ngebom berarti terlibat,” ucap Ismail yang masuk ke Tanjung Batu sekitar 2004.
Ismail mengaku sebelumnya tidak tahu sama sekali tentang bisnis ikan. Sejak SMP dan SMA di Sulawesi Selatan dia menekuni elektronika. Hasil memperbaiki barang elektronik itu dipergunakan untuk biaya sekolah sendiri.
Lulus dari SMA, Ismail melanjutkan studi ke jurusan elektronika di STMIK Dipanegara Makassar. Tapi, dia tidak nyaman karena pada saat kuliah justru dibiayai orang tua. Akhirnya dia memilih merantau ke Tanjung Batu.
Semula Ismail hanya ingin berwisata dan join investasi dengan temannya dalam bisnis ikan. Tapi, kongsi itu gagal. Bukan untung, malah buntung. Dia butuh waktu tiga tahun untuk jungkir balik mendapatkan pemancing dan pembeli yang jujur.
Ismail tahu bisnis ikan itu menguntungkan. Hanya, pada tiga tahun pertama tersebut, labanya dibawa pembeli curang atau nelayan yang berutang. ”Tapi, dari awal saya memang hanya mau beli ikan yang ditangkap ramah lingkungan,” ujar dia kembali menegaskan soal ramah lingkungan itu.
Saat ini ayah satu putra tersebut sudah punya sekitar seratus nelayan binaan yang menangkap ikan dengan eco-friendly. Tapi, baru 70 nelayan yang diberi kartu anggota kemitraan. Sisanya, 30 orang, masih magang.