Yang menarik adalah pohon-pohon yang berjejer rapi dan sangat lebat menghijaukan kawasan itu. Ukurannya hampir sama. ”Ini pohon yang kami tanam,” ungkap pria yang menyelesaikan studi magister di Fakultas Hukum Universitas Mataram itu.
Dulu, kata Hasanain, lahan di situ sangat gersang. Hampir tak ada pepohonan. Tapi, kini kondisinya berubah total sejak Hasanain menggarapnya sebagai objek penghijauan. Bahkan sudah menghasilkan. Kayu hasil penghijauan itulah yang kemudian dijadikan bahan membuat gazebo, pendapa, serta asrama bagi santri.
Hasanain bergerak menggelorakan penghijauan sejak 2000, setelah melihat banyak hutan di Lombok yang rusak dan gundul. Banyak pohon di hutan yang dicuri.
Kerusakan hutan pun berdampak buruk bagi masyarakat. Daya dukung hutan terhadap pola perekonomian agraris hilang. Masyarakat sulit bertani, beternak, dan berbudi daya perikanan. Sebab, air sulit didapat.
Melihat kondisi itu, Hasanain berpikir untuk menghijaukan kembali wilayah yang gersang tersebut. Yaitu, mengajak masyarakat melakukan penanaman pohon di lingkungan rumah masing-masing. Namun, kendala yang dihadapi adalah sulitnya mendapat bibit.
”Masyarakat tidak punya duit untuk beli bibit. Di hutan juga tidak ada,” kata suami Hj Runiati Ilarti itu.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, dia melakukan pembibitan sendiri. Yaitu, menggerakkan 327 pesantren yang tergabung dalam Aliansi Pondok Pesantren untuk Gerakan Anti-Korupsi (APPGAK) NTB. ”Organisasi antikorupsi kan banyak. Mereka juga kami imbau untuk terjun di bidang lingkungan,” paparnya.
Ribuan santri Pesantren Nurul Haramain yang dipimpinnya sudah pasti menjadi motor penggerak utama penghijauan tersebut. Caranya, setiap santri wajib mencari gelas bekas air mineral untuk digunakan sebagai media tanam atau polybag. Mereka juga diminta mencari bibit tanaman apa saja. Terutama yang produktif. ”Bisa yang masih berupa biji buah maupun sudah menjadi bibit tanaman,” ungkapnya.
Hasanain juga berkirim surat kepada dinas pendidikan dan Kementerian Agama agar mengimbau para siswa sekolah serta madrasah untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan para santri di Nurul Haramain.
Bibit-bibit pohon itu ditanam di Lombok Barat dan sekitarnya. Bibit yang dikumpulkan para santri di pondok mereka dibagikan kepada masyarakat. Alhasil, warga pun ramai-ramai mengambil bibit aneka pohon bernilai ekonomis itu. Di antaranya, sengon, jabon, gmelina, jati, mahoni, cengkih, dan kayu putih.