Ada sejumlah alasan yang diajukan FSGI kepada Presiden melalui KSP. Pertama, unas tidak terbukti meningkatkan kualitas pendiikan. ’’UN membuat pembelajaran dan pengajaran menjadi kering,’’ tuturnya. Juga, ada disparitas antara mata pelajaran yang diujikan dalam unas dengan yang tidak.
Berikutnya, saat ini kualifikasi guru maupun kualitas sarana pendiikan belum terpeuhi secara merata. Sehingga, tidak mungkin dibuatkan soal ujian dengan indkator yang sama. Kemudian, penyelenggaraan unas dengan indikator sama merupakan bentuk ketidakadilan bagi siswa.
Alasan keempat, sebagian besar guru tidak bangga dnegan hasil unas para siswanya. ’’Karena mereka melihat dan mendengar sendiri proses penyebaran kunci jawaban antarsiswa maupun kebocoran soal,’’ ucap Retno. Berbeda dengan USBN di mana guru lah yang membuat soal sehingga tahu betul kemampuan muridnya. Guru juga tidak akan membiarkan siswa mencurangoi soal yang dia buat.
Berikutnya, dampak dari proses curang itu itu adalah hasil UN yang menggambarkan pemetaan ketidakjujuran. Bukan pemetaan kualitas pendiikan. Kemudian, sepanjang unas dilaksanakan secara sentral, maka potensi kebocoran dalam perjalanan selalu ada. Unas juga menjadi faktor pendorong banyak pihak untuk tidak jujur.
Hal senada disampaikan pengawas FSGI Itje Chodijah. Dia menjelaskan, pihaknya sudah pernah bertemu dengan perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia. Apindo curhat atas minimnya lulusan sekolah menengah yang punya kualifikasi. ’’Kita belum cukup punya tenaga kerja yang terampil,’’ ujarnya.
Sistem yang ada saat ini lebih banyak mengajak siswa untuk menghafal dibandingkan berpikir. Itu merupakan konsekuensi atas adanya unas yang menguji kemampuan anak dalam menghafal. Alhasil, sekolah jarang membebaskan gurun untuk mengajak siswa bepikir.
Wakil Ketua Komisi X (Bidang Pendiikan) DPR Ferdiansyah meminta tarik ulur penyelenggaraan unas 2017 disudahi. Dia mengakui masayarakat banyak yang menanyakan kejelasannya. ’’Termasuk di dapil saya, di Jawa Barat,’’ katanya di komplek parlemen kemarin (15/12).
Untuk menghindari tarik ulur unas lanjut atau dimoratorium, dia minta pemerintah konsisten menjalankan amanah UU 20/2003 tentang Sistem Pendiikan Nasional (Sisdiknas). Ferdi mengatakan di pasal 58 UU Sisdiknas sudah mengatur dengan jelas. Ayat 1 pasal 58 jelas menyebutkan, evaluasi belajar peserta diik dilakukan oleh pendiik. Evaluasi itu digunakan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar.