Perjuangan Prof Wayan Windia Bersama Petani Lestarikan Subak di Bali

Windia mengungkapkan, kritik dan kegelisahan yang sering dia sampaikan itu ditanggapi positif oleh Pemkot Denpasar. Dia sadar tidak bisa sendiri melestarikan subak. Harus ada peran semua sektor, mulai pemerintah hingga petani. ”Mahasiswa pertanian juga dilibatkan,” ucap dia.

Pendekatan ekonomi, jelas Windia, lebih mendominasi untuk pelestarian subak tersebut. Dari hasil analisis persoalan yang muncul, dia pun membuat kajian akademis untuk bahan penyusunan peraturan wali kota Denpasar.

Untuk urusan itu, pejabat di Pemkot Denpasar seperti dinas pertanian, dinas kebudayaan, serta dinas pekerjaan umum juga terlibat aktif. ”Bahkan, ada dengar pendapat dengan wakil wali kota untuk menampung keresahan warga selama ini,” jelas penyandang gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta itu.

Lantas disepakati ada lima subak yang jadi pilot project. Selain tiga subak di Denpasar Timur itu, ada dua subak lainnya di Sanur, yakni Subak Enteran Timur dan Subak Enteran Barat, yang jadi percontohan.

Hasilnya, ada mekanisme yang saling menguntungkan antara petani dan pemerintah. Petani bakal mendapatkan pembebasan pajak yang mencekik, harga jual gabah panen yang lebih tinggi Rp 200 dari pasaran, dan perbaikan sistem irigasi. Beras petani itu akan didistribusikan kepada pegawai pemkot. ”Kajian akademisnya sedang kami rampungkan,” ucap dia.

Pekaseh Subak Umalayu Made Suarte menerangkan, salah satu permintaan petani adalah harga padi yang lebih tinggi daripada harga pasaran. Sebenarnya tidak terlalu tinggi selisih yang diminta petani itu. Hanya Rp 200 tiap kilogram per gabah kering panen. ”Ini subsidi dari pemerintah untuk kami,” ujar dia. Perinciannya, menurut Windia, Rp 100 per kilogram untuk alokasi biaya panen. Sedangkan Rp 100 lainnya dianggap sebagai keuntungan mereka.

Sebagai timbal balik, para pemilik sawah itu akan turut menjaga agar tidak ada alih fungsi lahan. Bahkan, mereka memasukkan aturan tersebut dalam awik-awik yang selama ini jadi peraturan tertulis di masyarakat subak. ”Kalau ada yang mau membangun sawah jadi rumah ya kita ingatkan. Kalau tidak bisa ya dirobohkan,” imbuh Pekaseh Subak Anggabaya Ketut Sumatra Yasa.

Tinggalkan Balasan