Meisya Asriana Ratu Cantika, si Karate Kid dari Bandung

Saking banyaknya medali, orang tua Meisya harus menyediakan dua lemari kaca gantung untuk menampungnya. Selain medali, sejumlah piala juga tertata rapi di sudut ruang tamu. Salah satunya dia dapat dari kejuaraan dunia itu.

Pemegang sabuk cokelat kyu 2 tersebut digembleng sang ayah yang seorang anggota TNI-AD itu. Tiga bulan lamanya dia dipersiapkan untuk menghadapi kejuaraan dunia di Luksemburg. Dia berlatih dua jam sehari dan intensitasnya ditambah dua kali lipat pada hari libur sekolah. Meisya tidak pernah mengeluh, malah termotivasi.

Keluarga Ali memang keluarga karateka. Tiga kakak Meisya lebih dulu menjadi atlet karate. Sedangkan sang adik M. Langit Pamungkas, 7, kini sedang digembleng mengikuti jejak kakak-kakaknya. Ketertarikan Meisya terhadap karate juga dilatari kakak-kakaknya yang rajin berlatih di rumah. Dalam latihan-latihan awal, Ali langsung bisa mencium bakat besar putrinya itu.

Baru setahun dilatih, Meisya langsung diikutkan kejuaraan nasional yang dilaksanakan di Bengkulu. Hasilnya, Meisya membawa pulang medali emas. Selanjutnya, dia terus mendulang medali dalam berbagai ajang.

Ali mengakui, memang tidak mudah melatih Meisya yang masih bocah. ”Awalnya dia masih suka main,” ungkapnya. Lama-kelamaan Meisya makin nyaman dengan hobi olahraga bela dirinya itu.

Meisya termasuk cepat belajar. Dengan posisinya saat ini, dua tingkat lagi dia akan memegang sabuk hitam. Ali tidak ragu untuk melatih dia melebihi usianya karena yakin Meisya mampu. Kemenangan kategori Kata Female U11 adalah salah satu hasilnya.

Kategori Kata merupakan unjuk kebolehan individual seorang karateka. Berbeda dengan Kumite yang menyuguhkan pertarungan. Meisya meraih kemenangan karena menampilkan Kata Chatanyara Kushanku dengan apik. ”Sebenarnya itu (Chatanyara Kushanku) untuk karateka dewasa, tapi saya yakin dia bisa,” tegas pria kelahiran 24 April 1967 itu.

Keberadaan Meisya di kejuaraan dunia itu merupakan hasil seleksi yang diadakan Kemendikbud secara berjenjang. Pada ajang Coupe Internationale de Kayl 2016 tersebut, Indonesia mengikuti enam kategori. Namun, atlet pelajar yang dibawa hanya lima. ”Karena Meisya ikut di dua kategori,” ucapnya.

Selama kejuaraan, gadis cilik yang juga hobi berenang itu tidak didampingi orang tuanya. Masalah pun sempat terjadi karena persoalan ketidakcocokan makanan. ”Saya pengin makan nasi, tapi di sana susah,” kenang siswi kelas V SDN Dayeuhkolot Bandung tersebut.

Tinggalkan Balasan