Suksma Ratri, Penderita HIV yang Sebarkan Semangat Hidup bagi ODHA

Pada Maret 2007, mantan suaminya akhirnya meninggal. Kematian mantan suaminya itu sedikit banyak membawa kelegaan dalam diri Ratri. ”Rasanya kayak ada beban yang terangkat. Aku jadi lega karena nggak dibayang-bayangin sosoknya lagi,” ucap dia.

Akhir 2007 Ratri bermigrasi ke Malaysia untuk bekerja di Coordination of Action Research on Aids and Mobility (CARAM Asia), LSM regional yang juga concern terhadap masalah HAM dan kesehatan, termasuk HIV/AIDS. Di sana Ratri meng-handle para buruh migran yang juga pengidap HIV/AIDS.

Selama di Malaysia, Ratri merasakan kiprahnya sebagai aktivis HIV/AIDS makin nyata. Dia tidak ragu memperjuangkan nasib para buruh migran yang dipulangkan paksa lantaran menderita penyakit mematikan tersebut.

Berkat kiprahnya yang konsisten dalam kampanye anti-HIV/AIDS, Ratri akhirnya terpilih sebagai pembicara pembuka dalam Sidang Istimewa PBB 2008 di New York, Amerika Serikat. Biasanya pembicara forum semacam itu dipilih dari Afrika karena populasi penderita HIV/AIDS di sana cukup besar. Namun, tahun itu terbuka seleksi untuk menjadi pembicara pembuka Sidang Istimewa PBB yang mengangkat tema besar HIV/AIDS.

”Jadi, ada announcement untuk pembicara Sidang Istimewa PBB dari komunitas. Sama teman kantor, aku disuruh daftar karena kata dia selling point-ku tinggi. Waktu itu usiaku 30-an, perempuan, korban KDRT, dan tertular HIV dari suami. Akhirnya aku terpilih dan berangkat ke New York,” bebernya.

Bagi Ratri, kesempatannya berbicara di Sidang Istimewa PBB adalah capaian yang luar biasa dalam hidupnya. Apalagi, dia terpilih di antara ratusan pelamar dari seluruh dunia. Kini perempuan yang gemar menulis tersebut kembali menggeluti karir sebagai PR di Solidaridad Network Indonesia, yayasan nirlaba asal Belanda yang berfokus pada pengembangan pertanian dan pemberdayaan petani.

Meski pekerjaannya tidak lagi berkaitan dengan masalah HIV/AIDS, Ratri masih kerap menjadi pembicara di berbagai ajang yang terkait dengan penyakit tersebut. ”Bahkan, sampai ada yang bilang, udah kalau soal HIV, hubungi Ratri saja,” ujar dia, lantas terbahak.

Tidak terasa sudah sepuluh tahun Ratri hidup dengan virus HIV dalam tubuhnya. Beberapa pakar medis memperkirakan harapan hidup penyandang HIV positif seperti Ratri adalah 15 tahun. Artinya, bukan tidak mungkin dalam lima tahun lagi dia menghadapi ajal. Namun, penulis buku Dari Balik Lima Jeruji dan Siluet dalam Sketsa itu menyikapinya dengan santai. Bahkan, Ratri sudah menikah lagi dengan lelaki berkebangsaan Inggris. ”Dia tidak keberatan dan keluarga besarnya juga tahu kondisiku,” ucapnya.

Tinggalkan Balasan