Buruh Belum Sejahtera, Gobsi Menganggap PP 78/2015 Merugikan

bandungekspres.co.id, DAYEUHKOLOT – Gabungan Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (Gobsi) Kabupaten Bandung Periode 2016-2019 menggelar Musyawarah Cabang (Muscab) di Gedung Pulp dan Kertas di Jalan Mochamad Toha, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, kemarin (23/10).

Ketua Gobsi Jawa Barat Asep Salim Tamim mengatakan, Muscab dilaksanakan karena Gobsi Kabupaten Bandung ini sudah habis masa kerjanya. ”Mudah-mudan musyawarah menghasilkan pengurus yang bagus, yang bisa memimpin, yang bisa menjadi mitra pemerintah, dan jadi mitra untuk pengusaha juga,” kata Asep kemarin.

Menurut Asep, situasi dan kondisi ketenagakerjaan saat ini sangat buruk. Sehingga, harus ada pengurus yang kuat yang bisa mem-ba­ck up kebutuhan-kebutuhan pekerja atau buruh. Tujuannya, untuk melindungi mereka. Sebab, sekarang bisa jadi ada tuntutan langsung PHK, karena peluangnya berarah ke sana.

”Para buruh saat ini tidak bisa sejahtera. Sebab para buruh dipatok oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015. Jadi kenaikan gaji saat ini, tidak bisa lebih dari 11 persen, malah 7 persen,” ucapnya.

Dengan musyawarah ini, Asep berharap, ada terobosan-terobosan dari pengurus baru untuk bisa mensejahterakan para buruh. Atau minimal ada negosiasi antara pemerintah dan Apindo. Karena PP nomor 78 tidak bisa dicabut oleh Presiden RI. Oleh karena itu, menurut dia, sampai sekarang tidak ada keseimbangan.

”Harus di bubarkan PP 78 artinya di cabut, kalau tidak dicabut masalahnya bisa menjadi konflik politik, konflik kepentingan, dan konflik horizontal masyarakat. Karena, ini semua kebutuhan perut para buruh, pendidikan anak-anaknya, ketenangan keluarganya, kalau upahnya kurang, mana bisa sejahtera para buruh,” ungkapnya.

Asep juga menjelaskan, dengan adanya PP 78, para buruh sangat di rugikan, karena PP 78 itu bukan kesepakatan perwakilan buruh, atau pekerja, tapi peraturan yang di buat oleh pemerintah yang tidak sama dengan inflansi, yang didasarkan kepada indek penghasilan secara global.

”Kebutuhan buruh itu pokok dan di Indonesia ini belum ada kesejahteraan yang dirasakan oleh pekerja dan sejak kemerdekaan. Sementara pengusaha bicara rugi tapi tidak pernah ada yang ditutup pabrik nya. Pekerja dianggap gede upahnya, tetapi buktinya tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai SMA, hanya bisa sekolah sampai SMP. Nah, oleh karena itu, Gobsi ini bertujuan untuk melindungi hak-hak dasar pekerja, yang sifatnya skunder, namun primer saja belum terpenuhi,” jelasnya. (yul/fik)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan