Data Miskin di Jabar Tidak Falid

bandungekspres.co.id, BANDUNG – Pusat Data dan Analisa Pembangunan (Pusdalisbang) akan mengklarifikasi ulang angka kemiskinan di Jabar. Pasalnya, saat ini terjadi kesimpangsiuran data kemiskinan di Jawa Barat.

Kepala Pusat Data dan Analisa Pembangunan Agus Ismail mengungkapkan, berdasarkan informasi statistik data sekitar 1.700 kepala keluarga (KK) di Jawa Barat dengan latar belakang pekerjaan sebagai anggota polisi/TNI, PNS hingga legislator masuk sebagai ketagori miskin.

Kejanggalan data tersebut terungkap saat dilakukannya rapat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di Kantor Bappeda Jawa Barat, Jalan Ir H Djuanda, Kota Bandung, kemarin (19/10).

Rapat yang dihadiri kepala daerah dari 27 kabupaten/kota ini ‎memaparkan bahwa data kemiskinan tersebut diperoleh dari pemerintah pusat melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Menurutnya, pihaknya sedang mendalami data yang diperoleh dari TNP2K sebab dalam data ini ditemukan  keunikan dari empat juta ada 48 KK lulusan S2 dan S3 tetapi masuk kategori miskin.

Hal itu tentu menjadi keanehan tersendiri sebab untuk membuktikan kebenarannya harus dilakukan verifikasi di lapangan meskipun secara asumsi data ini sangat tidak mungkin mereka disebut miskin.

”Apa 1.700 KK itu salah dalam pengisian data atau memang benar tergolong sebagai warga miskin. Maka perlu kita lakukan verifikasi kembali,” kata dia‎

Dia mengatakan, verifikasi ulang ini penting untuk mengetahui jumlah pasti warga miskin di Jawa Barat. Karena data tersebut akan menentukan rencana program penanggulangan kemiskinan tahun 2017 di Jawa Barat.

”Nanti kita laporkan (data yang ada) dan akan kita sampaikan ke TNP2K untuk mengoreksi. Karena kita tidak memiliki kewenangan untuk mengoreksi,” tandasnya.

Di tempat sama, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan, pemutahiran data kemiskinan mutlak perlu dilakukan. Jangan sampai anggaran untuk pengentasan kemiskinan ini terbuang percuma karena tidak akuratnya data.

”Jangan sampai menambah anggaran untuk (pengentasan) kemiskinan tapi tidak signifikan kemiskinan berkurang. Perlu mengenali ditempat mana kemiskinan terjadi sehingga anggaran diarahkan secara tepat dan rumah tangga sasaran yang tepat,” ucapnya.

Karena untuk merencanakan program pengentasan kemiskinan perlu ditopang dengan data yang tepat. ”Jangan dari 2011 data itu saja datanya. Sementara ada yang baru jatuh miskin ada yang keluar dari kemiskinan (tidak terdata),” ucapnya.

Tinggalkan Balasan