bandungekspres.co.id, JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak menoleransi praktik kampanye berbau SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) menjelang pilkada. Para pelakunya bisa diproses secara pidana.
Anggota Bawaslu Nasrullah menyatakan, permasalahan SARA masuk dalam isu yang dilarang dijadikan materi kampanye. Hal itu diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pelaku kampanye berbau SARA dapat dikategorikan melakukan pelanggaran pidana pilkada.
”(Pelakunya) itu bisa ditindak dan masuk pidana,”’ kata Nasrullah saat dihubungi kemarin.
Ketentuan tersebut, lanjut dia, tidak hanya berlaku bagi pasangan calon (paslon), tetapi juga bagi semua orang. Sebab, unsur pidana berlaku bagi siapa pun.
Namun, sebelum dipidana, hal itu harus dibuktikan melalui pembuktian. Lantas, bagaimana mengukur kampanye bermuatan SARA? Dia mengatakan, jika materi sudah melecehkan, mengadu domba, dan menistakan agama, suku, atau ras lain, itu masuk kategori SARA.
Karena itu, Nasrullah mengimbau masyarakat segera melaporkan ke panitia pengawas pemilu (panwaslu) jika mendapati kampanye SARA. Nanti pihaknya melanjutkan ke aparat penegak hukum yang ada dalam sentra penegakan hukum terpadu. ”Kalau memang kuat, ya sanksi pidana,” ujarnya.
Sementara itu, kemarin (7/10) Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengumpulkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) seluruh Indonesia. Selain sebagai media silaturahmi, forum tersebut menjadi konsolidasi nasional untuk menjaga kerukunan nasional menjelang Pilkada 2017.
Tjahjo meminta FKUB ikut menjaga iklim kesejukan dan bersikap netral. ”Saya berharap FKUB dapat menjaga netralitas dan berperan aktif menciptakan suasana rukun dan damai menyukseskan pilkada serentak 2017,” tuturnya kemarin.
Dalam implementasinya, mantan Sekjen PDIP itu meminta pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat dilibatkan dalam menjaga keharmonisan daerah. Dia memandang masyarakat belum dewasa dalam menanggapi isu SARA. Itu tecermin dari masih adanya konflik antarkelompok beberapa waktu terakhir.
Di tempat yang sama, Menteri Agama Lukman Hakim Syarifuddin mengimbau masyarakat tidak terpancing dengan isu-isu SARA yang memecah belah. Agama, lanjut dia, boleh saja menjadi ukuran, namun bukan satu-satunya alat untuk menentukan pilihan.
Terpisah, pemerintah terus berupaya mengawal netralitas pegawai negeri sipil (PNS) dalam pilkada. Salah satu upayanya adalah menerbitkan surat edaran (SE) yang berisi tentang panduan bagi PNS untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak saat pilkada. Selain itu, ada soal penegakan bila terdapat pelanggaran.