Terakhir namun tidak kalah penting, Heryawan menyampaikan, selamat jalan dan selamat berpisah bagi semua elemen yang terlibat dalam pelaksanaan PON XIX Jabar. ”Alhamdulillah, atas kebersamaan dan kerjasama yang baik, semua kita dapat Berjaya di Tanah Legenda,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang hadir bersama jajaran menteri, serta kepala daerah peserta kontingen dari daerah masing-masing juga sempat mengajak para penonton untuk mengheningkan cipta untuk korban bencana alam di Kabupaten Garut dan Sumedang. ”Mengheningkan cipta ini juga untuk para korban bencana lain di Indonesia,” ucapnya.
JK mengatakan, PON bukan sekadar pertandingan, tapi pembinaan fisik, kerjasama, kejujuran. ”Nilai kejujuran ini yang dianggap sebagai sportivitas olahraga,” tegasnya.
Dia mengatakan, nilai sportivitas itu sendiri adalah bagian dari kehormatan semua pihak. Sebab, PON tidak hanya membawa nama atlet tapi juga nama daerah. ”Dan kemenangan ini unktuk semua semua,” ungkapnya.
Sementara itu, ajang PON XIX/2016 kali ini berbeda dengan PON yang sudah ada. Sentuhan teknologi memang terlihat jelas mendukung gelaran PON hingga akhir. Tetapi, rupanya noda besar tersisa dari gelaran ajang empat tahunan itu.
Kaukus 23 kontingen bahkan menyebut gelaran PON kali ini cacat. Artinya, sejumlah fungsi penyelenggaraan terutama dalam pertandingan dinilai tidak menjalankan tugasnya dengan benar.
Djamhuron P Wibowo, ketua kontingen Jakarta yang juga masuk dalam 23 kaukus menerangkan dalam hal pelayanan PB POn Jabar sudah menjalankan tugasnya dengan baik. ”Tetapi untuk pertandingan, ini jelas banyak masalah yang seharusnya tidak terjadi,” katanya.
Masalah tersebut kerap muncul pada cabor yang memiliki tingkat subjektifitas yang tinggi. Misalnya, judo, gulat ataupun anggar. Cabor tak terukur itu kerap memunculkan friksi di antara kontingen disebabkan keputusan wasit.
Salah satu bukti nyata terjadi pada cabor anggar. Pada final sabel perorangan putri, terjadi kisruh hingga menunda pengumuman juara yang diraih Alida Megaputri Salim (Jabar) mengalahkan Dwi Agustin (Jateng).
Djamhuron menerangkan kalau dinamika yang terjadi di PON kali ini menjadi catatan tersendiri. Dia berharap banyak hal-hal berkaitan masalah validasi atlet, hingga technical handbook setiap cabor harus dipertegas.