Mengunjungi Taif, Dataran Tinggi Makkah yang Sejuk dan Hijau

Allahdad yang berimigrasi bersama rekannya dari Pakistan, Ahmad Karim, mengungkapkan, di Taif banyak vila yang disewakan untuk wisatawan. Harga sewanya mulai 200 riyal (Rp 700 ribu) per kamar untuk semalam. Bila menyewa satu vila, harganya bisa mencapai 1.200 riyal (Rp 4,2 juta) per malam.

”Tiap hari libur selalu ramai. Tapi, banyak juga yang hanya duduk-duduk di rumah makan tanpa menginap di villa,” papar pria yang pernah menjadi staf di Jurusan Seni Murni, Government Degree College Sadiqabad, Pakistan, itu.

Lepas dari pertumbuhan Taif sebagai kota wisata, daerah tersebut menyimpan kisah sedih penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad. Pada tahun ke-10 kenabian (619 Masehi), Nabi Muhammad yang sudah tak tahan dengan tekanan penduduk Makkah memutuskan untuk hijrah ke Taif. Bersama sahabat bernama Zaid bin Haritsah, Nabi berusaha menyebarkan Islam ke penduduk di dataran tinggi tersebut.

Namun, dakwah Nabi kala itu hanya bertahan selama 10 hari. Penduduk Taif menolak, bahkan mengusir Nabi Muhammad dan Zaid dengan cara melempari batu. Taif baru tunduk ke tentara Islam pada 630 Masehi, setelah didahului peristiwa Fathul Makkah atau pembebasan Kota Makkah.

Kini, selain menjadi kota wisata, di Taif terdapat masjid sebagai tempat miqat (tempat memulai mengenakan ihram) umat muslim yang hendak menjalankan ibadah umrah. Namanya Masjid Wadi Mahram. Misalnya, yang terlihat pada Minggu petang itu, dua mobil Toyota Hilux berhenti di pasar buah Al Hada. Dari dalam mobil, keluar beberapa pria yang mengenakan pakaian ihram. Mereka lalu membeli beberapa botol minuman, kemudian kembali ke dalam mobil sambil mengumandangkan bacaan talbiah.

Rupanya, beberapa pria itu baru saja mengambil miqat di Masjid Wadi Mahram. Hal itu mengingatkan bahwa Taif tetaplah kota religius meski telah tumbuh menjadi kawasan wisata. (*/c5/ari/rie)

Tinggalkan Balasan