Lepas Remaja Sudah Menulis Cerpen Kuli dan Pelacur

Mochtar beralasan, saat remaja sudah terbetik empati kepada para kuli maupun pelacur yang terjerumus lantaran terpaksa. Menurut dia, sejak pindah dari Bulukumba ke Makassar pada 1953, ayahnya memang memiliki rumah di pusat perdagangan. Mochtar secara langsung melihat potret kehidupan sosial di tengah-tengah pusat perdagangan itu. Makassar dalam gambaran Mochtar hingga awal 1960-an mungkin seperti Belitung pada masa kini.

”Masih tak begitu ramai. Mobil masih sedikit. Orang lebih banyak bersepeda atau berjalan kaki. Bedanya, sedari dulu Makassar sudah kosmopolitan,” ujarnya.

Tulisan Mochtar saat muda pernah meraih prestasi. Ketika ada lomba menulis cerpen se-Sulawesi Selatan dalam rangka crash program untuk menobatkan provinsi tersebut sebagai lumbung padi, cerpen Mochtar Tanah Harapan menjadi juara pertama. Ketika itu Mochtar mendapat hadiah dua jilid kumpulan tulisan Bung Karno berjudul Di Bawah Bendera Revolusi.

Gara-gara rajin membaca dan menulis, selama mengenyam pendidikan tinggi, Mochtar meraih berturut-turut empat beasiswa. Yang pertama adalah beasiswa dari Caltex, perusahaan multinasional bidang energi yang berpusat di Pekanbaru. Beasiswa itu dia gunakan untuk melanjutkan kuliah di Jurusan Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Padahal, sebelumnya Mochtar telah berkuliah di Sastra Inggris Universitas Hasanuddin Makassar.

”Memang kapitalis juga sumber beasiswa, hehehe… Tapi, di bawah pimpinan Julius Tahiya, PT Caltex pada masa itu cukup progresif. Momen beasiswa itu pas banget karena usaha ayah saya sedang terpuruk,” kenangnya.

Mochtar sempat tak enak meminta izin kepada ayah dan kakaknya terkait niatnya untuk kuliah di Jawa. Namun, ternyata ayah dan kakaknya malah mendukung penuh. ”Kakak yang saat itu jadi tulang punggung keluarga akhirnya juga setuju. Kehidupan saya mengalir lancar setelah itu,” ujarnya.

Pendidikan tinggi selanjutnya dilakoni Mochtar di Amerika Serikat, tepatnya di University of Massachusetts, Amherst, yaitu setelah dia berhasil memperoleh beasiswa Fulbright. ”Tak mudah mendapatkan beasiswa ini,” katanya.

Mochtar mendapat nilai TOEFL tertinggi keempat di antara 25 peserta seleksi yang lolos saringan terakhir di Jakarta. Dia berhasil menang karena unggul saat menghadapi tim pewawancara. ”Di ujung wawancara, saya ditanya buku apa yang terakhir saya baca. Saya jawab The Anatomy of Human Destructiveness karya Erich Fromm. Ditanya lagi apakah saya mengetahui buku lain dari Fromm. Saya jawab To Have or To Be. Belum puas, penguji dari Amerika terus mengejar dengan menanyakan isi buku itu. Dan saya terangkan,” beber Mochtar.

Tinggalkan Balasan