Polisi Mengajar Jarimatika

bandungekspres.co.id, PASEH – Polsek Paseh mengajar jarimatika kepada siswa-siswi SDN 1 Legokpego yang merupakan SDN terpencil di wilayah Kabupaten Bandung. Dengan kondisi tersebut, membuat Polsek Paseh merasa prihatin, sehingga personel berpangkat brigadir akan diperbantukan untuk mengajar matematika setiap pekannya.

”Pada Selasa 13 September 2016, kami berkunjung ke Kampung Legokpego dan menginap di sana. Pada Rabu (14/9) pagi, kami mendatangi SDN 1 Legokpego yang kondisinya cukup memprihatinkan. Bangunannya semi permanen dan hanya terdapat tiga ruangan untuk enam rombongan belajar, kondisi yang cukup memprihatinkan,” kata Kapolsek Paseh AKP Rizki Adi Saputro usai memberikan pelajaran Jarimatika dan bantuan paralon untuk saluran air ke Masjid di Kampung Legokpego, Desa Drawati, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung kemarin (15/9).

Saat berkunjung ke SD tersebut, lanjut Rizki, salah satu personel anggota Bhabinkamtibmas Polsek Paseh, yakni Brigadir Polisi Asep Kartiwa sempat memberikan pelajaran matematika dasar simpel. ’Di Polres Bandung, pernah mempunyai program Jarimatika, yaitu cara menghitung simpel dan cepat menggunakan jari. Nah SD tersebut sempat diajar Jarimatika tiga tahun lalu, anak-anak lumayan antusias,” ucapnya.

Rizki menjelaskan, dengan antusias belajar siswa yang tinggi, ditambah kondisi sekolah sangat tidak layak untuk digunakan sebagai tempat belajar mengajar. Karena bangunan yang semi permanen, tidak ada listrik dan air di sekolah tersebut, ditambah tenaga pengajar terbatas. Sehingga membuat polsek Paseh merasa terketuk untuk terus memberi pelajaran kepada siswa di SDN 1 Legokpego tersebut.

”Mulai pekan depan kami akan rutin memberikan pelajaran Jarimatika kepada siswa siswi SD tersebut. Mudah-mudahan saja bisa membantu mempercepat pemahaman matematika anak-anak. Karena selama ini sumber pembelajaran hanya dari buku BOS saja,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SDN 1 Legokpego, Aceng mengungkapkan, SDN 1 Legokpego hanya mempunyai empat ruangan. Di antaranya 3 kelas dipakai untuk belajar dan 1 kelas dipakai kantor. Sehingga, enam rombongan belajar, harus menempati tiga ruangan semi permanen. Sebuah sekat dari triplek menjadi pemisah kelas.

Tidak hanya itu, katanya, tenaga pengajar juga semuanya berstatus guru honorer. Pelajaran yang diberikan juga hanya bersumber dari Buku BOS (bantuan operasional sekolah), tanpa ada sumber lain yang lebih layak. ”Tidak ada ruangan lagi, makanya untuk pembelajaran disekat. Satu ruangan digunakan untuk dua rombongan belajar,’ ungkap Aceng.

Tinggalkan Balasan