Sebuah pengalaman yang tak biasa, menikmati pertunjukan film bisu hitam putih dengan iringan gamelan yang dimainkan secara live. Tanpa dialog, penceritaan disampaikan lewat ekspresi, gerak tubuh, yang berpadu dengan tembang dan alunan gamelan.
Nora Sampurna, Jakarta
PENGALAMAN berbeda itu dihadirkan lewat pementasan Setan Jawa di Gedung Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jumat malam (2/9). Alunan gamelan dan tembang yang dibawakan 20 perawit (pemusik gamelan) menambah syahdu pementasan film hitam putih itu.
Film yang bersetting awal abad ke-20 tersebut mengangkat mitologi Jawa, dikemas dalam balutan film tari kontemporer.
Cerita dibuka dengan riwayat setan pesugihan. Alkisah, seorang anak kecil Jawa dipenjara karena mencuri di rumah orang kaya. Dia dihukum secara kejam hingga menjelma menjadi setan pesugihan yang bermukim di sebuah candi.
Chapter selanjutnya bercerita tentang Setio, seorang pemuda miskin yang jatuh cinta kepada Asih, putri bangsawan Jawa. Lamaran Setio ditolak dengan kasar oleh keluarga Asih. Setio pun memutuskan mencari pesugihan kandang bubrah untuk mendapatkan kekayaan agar bisa melamar Asih.
Setio kemudian berhasil menikahi Asih. Mereka hidup bahagia dalam sebuah rumah Jawa yang megah. Namun, Asih menemukan keanehan. Setio selalu berupaya memperbaiki beberapa bagian rumah yang rusak. Akhirnya Asih mengetahui bahwa suaminya melakoni perjanjian dengan setan.
Dia berusaha mendapatkan pengampunan kepada raja setan agar sang suami tidak menjadi tiang penyangga rumah pada kematiannya.
Film berdurasi 70 menit tersebut terbagi atas tujuh chapter. Di tiap pergantian chapter, diberikan sedikit sinopsis sehingga membantu penonton lebih memahami jalan cerita dan karakter-karakter yang muncul.
Setan Jawa merupakan persembahan sineas Garin Nugroho untuk menandai 35 tahun berkarir di industri seni, berkolaborasi dengan maestro gamelan Rahayu Supanggah. Setelah pementasan untuk kalangan media Jumat lalu, Setan Jawa ditampilkan untuk masyarakat umum pada Sabtu (3/9) dan Minggu (4/9).
Pertunjukan dua hari tersebut merupakan special preview sebelum world premiere dalam Opening Night of Asia Pacific Triennial of Performing Arts di Melbourne, Australia, Februari 2017. Persiapan untuk film itu membutuhkan waktu dua tahun. Mulai untuk riset, penyusunan cerita, hingga pemilihan pemain. Mengambil tema pesugihan, Garin menampilkan simbol-simbol yang lekat dengan mitos Jawa seperti bulus (sejenis kura-kura), kepiting, juga elemen tusuk konde yang mengingatkan pada karya Garin sebelumnya, teater musikal Opera Jawa.