Masyarakat Antusias Ikuti Hajat Buruan

bandungespres.co.id, CANGKUANG – Tradisi adat yang merupakan warisan turun temurun dari leluhur di setiap tempat pasti berbeda-beda. Namun pada dasarnya, tetap saja hal tersebut perlu untuk dilestarikan dan diperkenalkan kepada anak cucu sebagai generasi penerus yang kelak akan terus berkelanjutan mempertahankannya. Seperti di Desa Cangkuang, Kecamatan Cangkuang, ada sebuah ritual adat yang disebut Hajat Buruan.

Tradisi ini sudah biasa dilakukan sejak zaman nenek moyang terdahulu. Di mana acara ini melibatkan semua masyarakat yang masih memegang kuat ajaran leluhur.

Ritual adat tersebut pada dasarnya dilakukan setiap tahun pada bulan Muharram sebagai bentuk syukur masyarakat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Terutama dipercaya untuk menolak bala yang mungkin akan menimpa daerah dan masyarakat. Seperti menolak berbagai penyakit dan berbagai hal buruk dikemudian hari.

Namun, ada yang berbeda di tahun ini. Hajat buruan kali ini sengaja dilakukan untuk menyambut datangnya tahun baru Sunda 1953 Caka Sunda.

Seperti biasanya, masyarakat Cangkuang begitu antusias ketika diberi kabar akan dilakukan hajat buruan. Karena mereka meyakini bahwa hal tersebut dapat menolak bala dan mendatangkan rezeki di tahun berikutnya. Dari hari sebelumnya merekapun mulai sibuk mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan untuk ritual adat tersebut seperti kebutuhan membuat nasi tumpeng, sawen, parawanten dan sebagainya.

Sebagai penjelasan, setiap rumah wajib membuat tumpeng sebagai ’sangu salamet’ yang nantinya akan dibagikan untuk dimakan bersama oleh mereka. Lalu mereka juga mempersiapkan sawen yaitu bumbu masak seperti bawang merah, bawang putih, cabe merah, haur koneng, rumput palias yang ditusuk menyerupai sate menggunakan lidi harupat yang nantinya setelah diberi doa akan ditancapkan di atas pintu masuk rumah setiap warga.

Selain itu, mereka juga mempersiapkan parawanten yang terdiri dari seupaheun, rujakeun, dawegan, ikan mas merah, ikan mas hijau dan beberapa benda lainnya yang dipercaya sebagai permintaan karuhun (nenek moyang).

Pada saatnya tiba, Sabtu (3/9) masyarakat berkumpul di satu lapangan yang cukup luas dengan membawa tumpeng, sawen, parawanten dan air dari sumur masing masing. Kemudian masyarakat beserta sesepuh kampung, tokoh adat dan tokoh agama melakukan ritual adat serta doa bersama.

Tinggalkan Balasan