Memang, prestasi yang diukir Avip tidak diraih secara instan. Dibutuhkan perjuangan dan kerja keras sebelum dia mendapatkan satu per satu trofi. Meski bukan dari keluarga musisi, sejak kecil Avip sudah mempunyai kesenangan di bidang yang satu itu. Hal tersebut dia tunjukkan dengan kegemarannya menyaksikan acara musik klasik yang disiarkan TVRI. ”Saya juga nggak tahu kenapa (kok menyenangi musik klasik, Red). Mungkin anugerah Tuhan,” ujarnya lalu tertawa.
Untuk menyalurkan hobinya tersebut, Avip kecil sering meminjam piano temannya. Sampai akhirnya sang ayah tidak tega melihat Avip harus ke rumah temannya untuk bermain piano. Ayahnya lalu membelikan Avip piano sendiri. ”Tapi bukan piano sungguhan. Piano kecil yang mungkin dua atau tiga oktaf,” lanjutnya.
Bermula dari piano mainan itulah, Avip mulai bisa memainkan lagu dengan benar. Padahal, dia belajar secara otodidak dan menggunakan satu jari untuk memencet tuts-tuts piano mainannya. ”Saya lupa lagu pertama yang saya mainkan. Yang jelas lagu daerah.”
Baru saat usianya menginjak sembilan tahun, Avip dimasukkan orang tuanya ke les piano privat. Sejak saat itulah kecintaannya pada musik semakin berkembang. Dia juga mulai sering mengikuti kompetisi piano di Bogor dan kota-kota lain.
Hobi bermusik itu terus dibawa hingga saat kuliah di Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Parahyangan Bandung. Avip memilih masuk unit kegiatan paduan suara di kampusnya, Parahyangan University Choir. Pada awalnya, dia berperan sebagai pianis yang mengiringi paduan suara. Namun, kemudian dia dipercaya menjadi konduktor.
Lama-kelamaan Avip semakin jatuh cinta pada harmoni simfoni dari sebuah tim paduan suara yang melantunkan lagu-lagu klasik. ”Di sisi itu, saya merasa masih banyak ilmu yang harus saya pelajari di musik klasik,” tutur pria yang pernah diundang sebagai konduktor tamu pada acara tahunan Orchestra Ensemble Kanazawa (OEK), Jepang, 2006, tersebut.
Pada 1990 Avip menyelesaikan kuliah. Dia lalu bekerja untuk modal sekolah musik di luar negeri. Pada 1992, ketika tabungannya mencukupi, dia memutuskan untuk melanjutkan studi di salah satu sekolah musik ternama di dunia. Yakni Hochschule fur Muzick und Darstellende Kunst di Wina, Austria. Di sekolah tersebut dia menimba ilmu dari dua guru sekaligus, yakni Prof Gunther Theuring pada bidang choir conducting dan Leopold Hager pada bidang orchestral conducting. Dia dinyatakan lulus pada 1998 dengan predikat high distinction.