bandungekspres.co.id, SUMUR BANDUNG – Pokja Inklusif patut merasa bersyukur dengan banyaknya anak berkebutuhan khusus (ABK) yang diterima di sekolah negeri tahun ini. Sekitar 82 siswa ABK diterima dengan jalur afirmasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tanpa menggunakan nilai ujian. ”Dari menerima rekomendasi Pokja Inklusif, sekitar 40 siswa. Tapi setelah dicek lagi, kemarin (Sabtu, 16/7) ada sekitar 82 orang anak,” kata Sekretaris Pokja Inklusif Muftiah Yulisnis kepada Bandung Ekspres kemarin (17/7).
Diakui olehnya, ABK bukan hanya berdasarkan fisik, melainkan berdasarkan psikis. Akan tetapi, terkadang orangtua tidak menyadari hal ini. Walaupun begitu, pihaknya bersyukur tahun ini ada banyak anak berkebutuhan khusus yang sekolah.
Paska diterimanya mereka, pihaknya masih memiliki tugas besar untuk melakukan pendampingan terhadap anak berkebutuhan khusus. Di mana hal pendidikan perlu terpenuhi. Terutama terkait pendidikan yang humanistik.
Terlebih dengan adanya Bandung Masagi, menjadi harapan bahwa pendidikan bisa lebih ramah kepada anak-anak berkebutuhan khusus. ”Adanya Bandung Masagi menjadi harapan dalam penerapan pendidikan yang humanis,” ungkapnya.
Sebenarnya masih ada tugas besar dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus paska PPDB. Dia menjelaskan, ABK di Kecamatan Sukajadi berjumlah hampir 100 orang. Artinya jika tiap kecamatan disamaratakan, dikalikan dengan seluruh kecamatan di Kota Bandung maka banyajk sekali. ”Masih banyak anak-anak ABK yang perlu mendapatkan pendidikan dan pendampingan,” ungkapnya.
Setelah ini setelah, pihaknya ingin agar para ABK ini mendapatkan hal yang sama di jalur perguruan tinggi. Sebab, tidak semua perguruan tinggi sudah ramah terhadap anak ABK.
Sementara itu, kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Elih Sudiapermana mengatakan, di Bandung sudah ada puluhan sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi. Ada 31 SD, 9 SMP dan 6 SMA/SMK yang memberikan pelayanan pendidikan inklusi.
Pada saat PPDB yang lalu pun, katanya, sekolah-sekolah tersebut telah menerima anak berkebutuhan khusus. ”Seperti di SMKN 9, karena menerima anak berkebutuhan khusus, jadi dia punya pengalaman. Nah ternyata dari pengalaman temen-temen dari sisi pembelajaran biasa-biasa saja. Tapi suatu ketika ada perilaku tertentu mereka konsultasi dengan pusat-pusat layanan yang lebih profesional,” kata Elih. (nit/fik)