bandungekspres.co.id, BANDUNG – Pemprov Jabar akan melakukan bantahan ke Mahkamah Agung terkait keputusan kasus persengketahan lahan Dinas Peternakan di Jalan Ir H Djuanda, Kota Bandung.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Hryawan mengatakan, pihaknya siap melakukan perlawanan dengan melanjutkan perjuangan pada Sidang Lanjutan Gugatan Bantahan yang akan digelar 19 Juli 2016 nanti.
Menurutnya pada sidang lanjutan terebut Mahkamah Agung (MA) akan melanjutkan dengan agenda panggilan beberapa pihak sebagai saksi-saksi atas kedudukan lahan tersebut.
”Kita akan tetap berjuang untuk mmpertahankannya dengan cara yang benar dan kita akan sodorkan bukti-buktinya,” jelas Heryawan di Gedung Sate, kemarin (15/7).
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Budi Prastio menuturkan, perlawanan atau bantahan ini merupakan tindaklanjut atas penetapan eksekusi pada 1 Juni 2016 melalui proses beberapa sidang di MA.
Selain itu, per tanggal 20 Juni 2016, gubernur sudah memberikan kuasa khusus kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar dalam rangka mendampingi proses Sidang Lanjutan Gugatan Bantahan nanti.
Dia memaparkan, tim jaksa pengacara negara akan bersama tim kuasa hukum Biro Hukum dan HAM Pemprov Jabar menjadi representasi Pemprov Jabar dalam memperjuangkan hak kepemilikan tanah dan bangunan di Jalan Ir. H. Juanda atau yang dikenal dengan Jalan Dago No. 358.
Budi menilai, dalam perlawanan ini yaitu penetapan eksekusi yang semula akan dilakukan tanggal 1 Juni 2016. Hal Ini dikarenakan adanya bukti yang kuat adanya kesalahan lokasi eksekusi yakni tanah persil 46 D.III. Sedangkan Jalan Dago No. 358 tempat berdirinya Kantor Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat berasal dari tanah persil 24 D.I Kohir 2.647.
Hal ini juga sesuai dengan Keputusan Pengadilan Negeri Bandung pada 2003 lalu, yang menyatakan bahwa keputusan MA baik di tingkat kasasi atau PK-nya error in objecto atau salah persil.
Oleh karena itu, PN Bandung dengan putusan No. 247/Pdt/G/1989/PN.Bdg juga ketika itu menyatakan bahwa keputusan tersebut tidak bisa dieksekusi.
Budi menambahkan, hingga saat ini Pemerintah Provinsi (Jabar) masih memiliki sertifikat yang sah, dan belum ada lembaga peradilan manapun yang membatalkan sertifikat dan sertifikat.