Tapi menginjak usia 8 tahun (50 kilogram), kata dia, mulai ada kelainan dalam pertumbuhan Arya. Dia terus berangsur-angsur terus membesar.
”Padahal Arya saat itu kalau makan sama seperti yang lainnya tiga kali sehari dan porsinya juga tidak banyak tapi berat badannya terus naik,” paparnya.
Rokayah menambahkan, peningkatan drastis berat badan Arya pesat pada usia 9 (70 kilogram) menuju 10 tahun. Arya rakus dan makan apa saja sampai membuatnya sulit bergerak.
Rokayah mengaku, menginjak usia 10 tahun setiap harinya Arya bisa menghabiskan makan hingga 5 kali sehari ditambah lauk dan sayuran dengan jumlah yang banyak. Itu belum ditambah cemilan berupa mi instan dua bungkus sekali makan dan bisa hingga 2 sampai 3 kali makan. Arya doyan minuman ringan gelas plastik dan bisa menghabiskan sebanyak 20 gelas per hari.
”Kadang saya dan suami juga kewalahan sampai sampai seringkali pinjam uang ke tetangga buat makan Arya,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Jawa Barat Netty Heryawan menuturkan India bersedia atau menawarkan bantuan pengobatan untuk Arya Permana.
”Tim dokter yang menangangi kasus obesitas dari India menawarkan bantuan. Sebab, India punya sistem dan metodologi dan mungkin juga mereka ingin melakukan uji coba,” kata Netty Heryawan, kemarin.
Tapi Netty mengaku, percaya pada kemampuan tim dokter di RSHS Bandung tidak kalah dengan kemampuan dokter dari luar negeri terkait penanganan medis untuk bocah obesitas tersebut.
”Menurut saya dokter melakukan sesuatu lebih dahulu sebelum menyerahkan kepada pihak lain (dokter luar negeri). Masa menyerah sebelum berperang,” tuturnya.
Netty memaparkan, dari data dari Kementerian Kesehatan dan Badan Ketahanan Pangan, penderita obesitas di Indonesia menempati peringat ke-4 di dunia. Sedangkan angka stunting (kurang gizi kronis) menempati urutan ke-5 di dunia.
Menyikapi hal itu, saat ini dirinya yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak PKK terus berupaya mengoptimalkan peran posyandu untuk mencegah terjadinya gizi buruk dan gizi lebih pada anak-anak.
”Sejauh ini kita terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan kader posyandu dan pengelolaanya serta programnya. Tapi lagi-lagi kita berpacu dengan waktu. Sebab, iklan di televisi pergeseran nilai dan lain-lain terus ada,” ungkapnya.