Pemilik Apartemen Panghegar Menggugat

bandungekspres.co.id, SUMUR BANDUNG – Sebanyak 109 pemilik unit hunian Apartemen Grand Royal Panghegar (GRP) meminta PT Panghegar Kana Properti segera menyerahkan Akta Jual Beli (AJB) kepada mereka. Pasalnya, hingga saat ini, PT Panghegar Kana Properti (PKP) belum juga menyerahkan AJB kepada para pemilik, meski pembayarannya sudah lunas sejak beberapa tahun lalu. Dengan adanya AJB, mereka memiliki kepastian status hukum sebagai pemilik yang sah.

Mereka pun terancam kehilangan aset mereka setelah PT Bank Bukopin Tbk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap PT PKP, pengelola apartemen Grand Royal Panghegar.

Informasi yang dihimpun, PT Bank Bukopin mengajukan permohonan PKPU atas PT PKP lantaran memiliki utang sebesar Rp 147 miliar yang telah jatuh tempo untuk dibayar Februari 2016.

Kini PT PKP sedang dalam proses PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta yang permohonannya diajukan pada 28 April 2016. Adapun apartemen GRP menjadi objek dalam permohonan PKPU tersebut

Salah seorang perwakilan pemilik unit Apertemen Panghegar Risto Mia mengatakan, meskipun pemilik unit hanya memiliki perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) sebagai satu-satunya dokumen kepemilikan apartemen, namun mereka sudah melunasi pembelian apartemen tersebut sejak lima tahun lalu kepada PT PKP. Mereka juga telah menguasai dengan baik dalam mengelola dan mengurus unit tersebut.

”Sebagian pemilik telah menyewakan unit apartemennya untuk dikelola oleh debitur,” kata Mia kepada wartawan saat menggelar press conference di Hotel Grand Panghegar Bandung kemarin (12/6) sore.

Sementara itu, kuasa hukum pemilik Grand Royal Panghegar Singap Panjaitan mengungkapkan, dalam hal ini pihaknya menangani 109 pembeli dari 400 unit apartemen/condotel/residential/commercial area Grand Royal Panghegar. Pihaknya berkeyakinan kuat akan kedudukannya telah menjadi pemilik yang sah secara hukum atas unit-unit yang telah dibelinya.

”Kami kawatir, karena PT PTP sekarang dalam posisi debitur yang sedang proses penundaan kewajiban dan pembayaran utang,” ungkapnya.

Singap memaparkan, bukan tanpa alasan pihaknya bersikukuh dengan pendiriannya sebagai pemilik apartemen tersebut. Walaupun belum ada Sertifikat Kepemilikan Unit (strata title) tersebut, karena seluruh penyelenggara negara dan penegak hukum harus menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi para pembeli strata title di Indonesia. Ini berdasarkan ketentuan pasal 19 undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturam dasar pokok-pokok agraria yang menerangkan sertifikat tanah hanya bersifat relatif. Serta berdasarkan pasal 49 ayat 3 undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU. Maka pemilik, sebagai pihak ketiga harus dilindungi dari akibat hukum suatu kepailitan debitur.

Tinggalkan Balasan