Menyapa Kaum Termajinalkan

bandungekspres.co.id, ARJASARI – Ratusan masyarakat sangat antusias menyambut mantan ibu negara ke-4 Dra Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid MHum dalam acara Sahur Keliling bersama warga Kampung Girang ( Kebun 17), RW 03 RT 04, Desa Arjasari, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung kemarin (11/6).

Tahun ini, Sahur Keliling bersama Shinta akan dilaksanakan di 41 tempat. Pihaknya sudah melaksanakan Sahur Keliling sejak tahun 2000. Saat itu, dirinya masih mendampingi Gusdur yang menjabat Presiden Indonesia.

”Jadi kami mencari warga yang termarjinalkan. Sebetulnya mereka ada, namun dianggap tidak ada. Mereka tidak pernah ditengok oleh yang berkewajiban dan tidak diberi senyuman hangat. Dan kita datang kepada mereka untuk menyapa,  memberika senyuman hangat dan berbagi pengalaman beserta rizki kepada mereka,” kata Shinta saat usai sahur bersama.

Shinta pun mengungkapkan, dalam perbincangan bersama masyarakat, dia mengingatkan tentang makna dan hakekat puasa yang sebenarnya. Karena mungkin mereka lupa dengan masalah-masalah seperti itu. Sebab mereka hanya menjalankannya sebagai ritual tahunan yang hanya untuk melaksanakan kewajiban saja.

Shinta mengungkapkan tentang pengalaman Sahur Keliling dan Buka Bersama selama 16 tahun di beberapa tempat, bukan hanya di Pulau Jawa. ”Banyak sekali saya mendapatkan pengalaman-pengalaman yang menarik. Namun yang paling menarik seperti di Purwokerto. Saya pernah santap sahur bersama kaum waria dan mantan PSK. Kemudian di Gunung Tugel, di tempat pembuangan sampah terakhir mereka semua harus hidup dengan bau yang tidak enak. Dan mereka sangat membutuhkan perpustakaan untuk menambah pengetahuan masyarakat di wilayah itu,” katanya.

Terkait kaum waria dan mantan psk, lanjut Shinta, dari mereka dirinya mendapatkan informasi tentang kaum waria dan PSK. Menurutnya, mereka sebagai manusia yang mempunyai hak hidup yang layak sama dengan saudara-saudara yang lain tetapi ternyata mereka tidak mendapatkannya.

”Mereka mau beribadah mendapat kesulitan karena dianggap laki-laki bukan dan perempuan juga bukan. Kemuadian mereka mau beribadah di tempat-tempat yang umum nggak bisa, karena mereka tidak diperbolehkan. Jadi banyak sekali kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi. Inilah pengalaman yang paling ironis yang didapatkan selama 16 tahun,” katanya.

Tinggalkan Balasan