Terkait pemberian wewenang KPK mengeluarkan SP3, kata Fickar, itu sudah berlaku. Jika dalam tingkat penyelidikan tidak ditemukan dua alat bukti yang cukup, otomatis tidak dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan. ’’Pemberian SP3 itu lebay,’’ sebut dia.
Sementara itu, Fickar melanjutkan bahwa perlawanan terhadap KPK, bukan hanya terjadi saat ini melalui revisi. Namun, berlangsung sejak lembaga itu dilahirkan dari rahim reformasi.
Misalnya, perlawanan dalam bentuk upaya hukum dengan mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi terhadap kasus yang diusut KPK. ’’Beberapa puluh kali JR, ada pula praperadilan, juga gugatan,’’ sebutnya.
Memang, bentuk perlawanan hukum itu selalu bersifat negatif, ada bagian positif untuk mengoreksi UU korupsi. Selain, perlawanan hukum, yaitu adanyakriminalisasi. Mulai dari KPK jilid 1, 2, dan 3. ’’Nggak tau nanti nih yang keempat, kita lihat nanti,’’ imbuhnya.
Terakhir, perebutan penanganan kasus. Terjadi pada kasus Anggodo Widjojo dan Djoko Susilo. ’’Sekaramg memang tidak kita dengar lagi perebutan kasus. Tapi, tidak mustahil suatu saat terjadi lagi,’’ tandasnya. (dna/vil)