bandungekspres.co.id– Bertubi-tubi anggota DPRD Kabupaten Bandung selalu hangat diperbincangkan. Kali ini Ketua DPRD dan belasan anggota Komisi C menunaikan ibadah umroh yang diduga dibiayai oleh para pengusaha yang berkaitan dengan bidang infrastruktur di Kabupaten Bandung. Padahal permaslahan dugaan korupsi dana reses anggota DPRD Kabupaten Bandung 2015 senilai Rp 5,7 miliar pun belum selesai.
Salah seorang sumber di DPRD yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, pekan lalu, Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Anang Susanto bersama belasan orang anggota Komisi C, baru selesai melaksanakan umroh ke tanah suci Mekkah. Sayangnya, kegiatan ibadah yang dilakukan itu menebarkan aroma tak sedap. Beredar kabar dikalangan internal DPRD, jika kepergian umroh ketua DPRD dan anggotanya itu, dibiayai oleh para pengusaha yang bergerak dibidang infrastruktur.
”Mereka baru pulang ibadah umroh. Katanya dibiayai oleh perusahaan-perusahaan infrastruktur, yah yang biasa mengerjakan proyek di Kabupaten Bandung mungkin,” ungkapnya kepada wartawan melalui telepon, Minggu (14/2).
Bukan kebetulan, Komisi C yang membidangi infrastruktur ini merupakan salah satu alat kelengkapan dewan yang prestisius. Karena, melalui komisi ini, dibahas anggaran yang terkait infrastruktur yang mencapai Rp 700 miliar. Dengan fakta itu, banyak rekanan yang berusaha mendekati komisi ini untuk memuluskan pembahasan anggaran hingga proyek-proyek infranstruktur.
Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Forum Diskusi Anggaran (FDA) Kabupaten Bandung, Deni Abdullah mengakui sangat menyayangkan jika benar kegiatan ibadah umroh Ketua DPRD dan jajarannya itu dibiayai oleh pihak lain. Karena, sebagai pejabat publik Ketua DPRD dan anggotanya, sudah sangat jelas dilarang menerima sesuatu dari pihak lain.
“Kalau benar ibadah umroh dibiayai oleh pihak lain, apalagi pihak lain itu ada kaitanya dengan pekerjaannya, itu sangat keterlaluan dong. Kan sudah jelas di pasal 12 b, Undang-undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Disana d isebutkan jika menerima pemberian di atas Rp 1 juta, itu namanya gratifikasi,” kata Deni.
Deni melanjutkan, dalam pasal 12 b itu disebutkan, gratifikasi itu diantaranya, pemberian uang, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan. Nah, kata dia, jika seorang pejabat publik terbukti menerima gratifikasi, dalam pasal 12 b ayat 2 di UU tersebut dinyatakan terancam penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan paling singkat 4 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.