Berdasarkan kajian-kajian tersebut, lanjut dia, diharapkan bisa memberikan gambaran pilihan teknologi konstruksi rel seperti apa pada jalur yang akan dibangun.
Kontroversi kereta cepat tak mandek di sana saja. Kabar penolakan penggunaan wilayah milik TNI Angkatan Udara (AU) di sekitar Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma juga mengemuka. PIhak TNI AU keberatan, karena pembangunan mengharuskan adanya relokasi sejumlah fasilitas, seperti sekolah, rumah para perwira aktif dan tempat ibadah di sana. Mereka pun menawarkan trase digeser ke Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
”Soal ini pun sudah kami sampaikan ke Pak Hanggoro (Direktur Utama PT KCIC, Red) untuk bisa diteruskan ke sana (TNI AU, red),” ungkap Hermanto.
Bila memang, trase harus dipindahkan, Hermanto memastikan tak akan masalah. Meski nantinya harus melakukan perubahan perturan Menteri Perhubungan (Permenhub) soal trase dan besar investasi untuk proyek ini. Sebab, perubahan memungkinkan panjang trase lebih panjang dari sebelumnya. ”Kami akan bantu (untuk trase, Red). Sementara besar investasi, saya rasa nggak akan tambah terlalu banyak lah,” ungkapnya.
Ribut-ribut seputar pembebasan lahan untuk proyek kereta cepat yang kabarnya tidak disetujui TNI AU, coba diredam Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan. Menurut dia, pihaknya sudah membicarakan seputar hal tersebut dengan pihak kontraktor maupun TNI AU. ”Itu tidak ada masalah,” ujarnya saat ditemui di Kantor Wakil Presiden kemarin (3/2).
Dalam skema proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, salah satu lahan yang bakal digunakan untuk pembangunan Stasiun Halim memang masuk dalam kompleks Trikora Lanud Halim Perdanakusuma. Namun, menurut Ferry, pihaknya pernah berdiskusi dengan TNI AU apakah penggunaan sebagian lahan tersebut bakal mengganggu dari sisi aspek pertahanan udara. ”Itu kan tidak (mengganggu) juga, jadi kita bicara clear saja,” katanya.
Secara keseluruhan, kata Ferry, dari sisi tata ruang, proyek kereta cepat sudah tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan. Dia menyebut, proses perizinan lahan yang sebagian besar milik PT Perkebunan
Nusantara (PTPN) VIII juga sudah dibereskan secara bertahap sejak Oktober 2015 lalu. ”Itu kan terkait HGU (hak guna usaha), sudah kita urus semua,” ucapnya. (mia/owi/rie)