Menurutnya, dengan kemudahan yang diberikan pemerintah pusat bukan berarti pihaknya tidak melakukan pengawasan serta pembinaan terhadap ormas-ormas. Namun dengan kondisi politik saat ini membuat pihaknya tidak bisa terlalu mengintervensi lembaga ataupun individu.
”Kondisi era sekarang tidak bisa melakukan investigasi secara langsung. Kita melakukan sesuatu pemahaman ke lembaga atau individu tidak semudah dulu, tidak seekspose dulu,” ungkap Agus dalam dialog interaktif bersama PRFM dengan tema menyoal fenomena Gafatar di Resto Nasi Cengek, Jalan Braga, Jumat (29/1).
Dia mengatakan, dengan muncuatnya Ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang diduga menyimpang dari agama, memang luput dari pengawasan. Hal itu disebabkan fokus pemerintah yang terpecah oleh banyaknya Ormas yang ada saat ini.
Akan tetapi, pihaknya membantah jika saat melakukan verifikasi pembentukan tidak melakukan peninjauan atau mengabaikan segala persayaratan yang telah ditetapkan. Namun terkait dugaan penyimpangan agama, bukan kapasitasnya untuk menilai hal tersebut.
”Pendaftaran Ormas ke Kesbangpol bukan pintu terakhir. Kita yang memverifikasi soal ADRT, kita mengenali mereka itu apa, danj juga meninjau secara langsung ke lapangan,” katanya.
Sementara itu, Ketua MUI Jawa Barat, Rahmat Syafe’i menegaskan tidak pernah mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ormas Gafatar. Kalau pun benar sesat, yang berhak menyatakan fatwa itu adalah MUI pusat, bukan tingkat Provinsi Jabar.
”Ini kan sudah menjadi isu nasional, jadi yang berhak mengeluarkan fatwa itu ya MUI pusat. Isu sesat menurut MUI itu tidak benar, sejauh ini belum ada fatwa yang menyatakan Gafatar sesat,” terang dia.
Dia menjelaskan, MUI memiliki 10 kriteria yang menjadi landasan utama. Begitu juga yang dilakukan MUI kepada Gafatar berlandaskan kriteria tersebut. Namun proses verifikasi ini masih berjalan.
Berdasarkan pengakuan sejumlah eks anggota Gafatar yang diterima MUI Jabar, memang terdapat sejumlah aspek mengarah terhadap penyimpangan. (yan/bbs/rie)