Tren ngopi itu juga membuat kafe dan warung kopi makin menjamur. Dari situlah, industri kopi bisa tertolong. Perlambatan ekonomi yang terjadi sepanjang tahun lalu pun masih bisa dilewati industri.
Di sisi lain, pemasaran kopi Indonesia di luar negeri menghadapi tantangan yang berat. ”Misalnya, soal rasa, kami harus menyesuaikan diri dengan cita rasa negara tujuan ekspor,” ungkap Soedomo. Belum lagi soal persaingan di era pasar global. Menurut dia, Indonesia bersaing ketat dengan produk kopi dari berbagai negara. Terutama Tiongkok.
Salah satu keunggulan Tiongkok dalam industri kopi adalah produksi masal yang maju. Banyak juga home industry kopi di sana yang produknya sudah bisa merambah pasar ekspor. ”Kita memang sudah bisa ekspor, tapi kan volumenya kecil. Belum sebesar AS, Tiongkok, dan negara-negara lain,” ungkapnya. Untuk itu, dia berharap pemerintah bisa membantu pemasaran produk kopi Indonesia ke luar negeri.
Hal lain yang dibutuhkan industri adalah menjaga kestabilan nilai tukar. Itu dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi kopi dalam negeri. Menurut lulusan SMA Sin Chung Surabaya tersebut, tahun lalu industri kopi yang konsentrasi pada kebutuhan domestik cukup terpukul akibat melemahnya nilai tukar. ”Soalnya, kopi kan ikut harga internasional. Saya harap tahun ini rupiah biasa menguat di Rp 13.000 atau Rp 12.500,” tuturnya. (rin/c10/sof/rie)