Pertama, melalui perguruan tinggi (PT). Setiap tahun Indonesia menghasilkan sekitar 1 juta lulusan dari kurang lebih 3.485 PT. Bila tiap PT mampu mencetak minimal 10 persen lulusan yang menjadi entrepreneur dan masing-masing bisa menciptakan 3 lapangan kerja baru, berarti ada 400.000 lapangan kerja baru per tahun yang setara dengan 1 persen pertumbuhan ekonomi.
”Saya mengusulkan, wajib ada pembelajaran entrepreneurship dan menyiapkan inkubator bisnis di tiap perguruan tinggi,” ucap pria yang dikaruniai 4 anak dan 9 cucu tersebut. Begitu pula murid-murid sekolah menengah kejuruan (SMK) yang memiliki potensi untuk dididik menjadi entrepreneur.
Bukan hanya itu. Indonesia juga memiliki 6–10 juta tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berwawasan global, terlatih bekerja di luar negeri, dan memiliki tabungan. Mereka sangat berpotensi menjadi pengusaha sekembali ke tanah air. ”Sejak 2010, kami melakukan pemberdayaan terhadap buruh migran di Singapura, Hongkong, dan Korsel untuk mewujudkan TKI entrepreneur,” urai suami Dian Sumeler tersebut.
Untuk menjadi entrepreneur, jangan takut gagal. ”Entrepreneur itu memang harus gagal. Tidak ada yang tanpa gagal,” ungkapnya. Pak Ci lantas menuturkan momen kegagalannya saat krisis 1998. ”Saya udah bangkrut waktu itu. Kekayaan saya tidak cukup untuk membayar utang,” kenangnya.
Lantas, apa yang dilakukan Pak Ci untuk bangkit? ”Begini, untuk sukses, seseorang harus punya tiga hal, yaitu IPE,” ucapnya. Pertama, integritas atau kejujuran. ”Utang harus dibayar. Saya tidak lari dari utang. Saya datangi kreditor, minta kelonggaran waktu dan mencari cara. Kontraktor saya bayar dengan tanah,” papar dia. Integritas tidak bisa dibeli.
Kedua, profesionalisme, yakni keahlian dalam bidang yang ditekuni. Kemudian, entrepreneurship yang berkaitan erat dengan inovasi. Ketiganya harus dimiliki untuk memenangi persaingan dan meraih kesuksesan. ”Seperti Pak Dahlan (Iskan). Dia punya integritas, punya keahlian menulis, dan dia seorang entrepreneur,” tutur Pak Ci, mencontohkan.
Berbicara tentang sektor keunggulan Indonesia yang bisa menjadi penggerak ekonomi dalam sepuluh tahun mendatang, Pak Ci dengan tegas menyatakan sumber daya manusia yang melimpah. ”Manusia kita cukup pintar. Tinggal perlu dibangkitkan lagi,” tegasnya. Kedua, kekayaan alam. Tidak ada negara lain di dunia yang memiliki kekayaan alam selengkap Indonesia.