[tie_list type=”minus”]Dampak The Fed Naikkan Suku Bunga[/tie_list]
bandungekspres.co.id- Potensi penurunan harga BBM kian besar seiring tren penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Ekonom Senior Bank Negara Indonesia Ryan Kiryanto mengatakan, kondisi internal maupun eksternal saat ini memang sangat kondusif bagi penguatan rupiah. ’’Ada banyak sentimen positif yang mendukung penguatan rupiah,” ujarnya saat dihubungi kemarin.
Menurut Ryan, faktor internal dan eksternal itu memberi dampak jangka pendek hingga jangka panjang. Untuk penguatan jelang akhir tahun ini, Ryan menyebut karena faktor hilangnya uncertainty atau ketidakpastian setelah Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed menaikkan suku bunga. Langkah yang sudah diantisipasi itu membuat pelaku pasar lega.
Untuk jangka menengah, kata Ryan, rupiah akan mendapat angin dari perbaikan ekonomi pada awal 2016 seiring mulai terasanya dampak delapan paket kebijakan ekonomi yang sudah dirilis pemerintah maupun paket kebijakan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ’’Hampir semua sepakat jika akselerasi pertumbuhan ekonomi 2016 akan lebih oke dibanding 2015,” katanya.
Sementara itu, pada jangka panjang, penguatan rupiah terhadap dolar AS akan terbantu oleh berlakunya mata uang Tiongkok Yuan atau Renminbi sebagai mata uang internasional pada Oktober 2016, setelah masuk ke dalam special drawing rights (SDR) Dana Moneter Internasional (IMF).
Posisi Tiongkok sebagai partner dagang utama Indonesia, membuat pelaku usaha Indonesia yang mengimpor produk dari Tiongkok bisa membayar langsung dengan Yuan, sehingga kebutuhan dolar USD untuk impor akan berkurang. ’’Dengan begitu, rupiah terus mendapat sentimen penguatan,” ucapnya.
Dalam beberapa hari terakhir, mayoritas mata uang global memang menunjukkan penguatan terhadap dolar AS. Namun, dibanding mata uang lain, rupiah menunjukkan penguatan yang lebih signifikan.
Di pasar spot, data Bloomberg menunjukkan rupiah kemarin sempat mencapai level terkuat di 13.565 per USD, sebelum akhirnya ditutup di level 13.671 per USD, menguat 137 poin atau 0,99 persen. Penguatan itu merupakan yang terbesar di antara 13 mata uang utama di kawasan Asia Pasifik.