Tiap Minggu Harus Kirim Satu Karya Sastra

Adapun Muhib mengaku awalnya hanya iseng ingin belajar di Baitul Kilmah. Tapi, keisengan itu ternyata berlanjut menjadi keseriusan. Muaranya, sudah banyak buku yang telah diterjemahkan pria asal Jepara tersebut. ’’Penghasilan dari menerjemahkan juga sudah bisa membantu ekonomi keluarga,’’ ujarnya.

Menurut Aguk, Baitul Kilmah memang hanya diperuntukkan bagi santri yang berasal dari keluarga tidak mampu. Mulai mantan loper koran, perjual asongan, hingga penarik ojek. Mereka rata-rata sudah nyantri di pesantren lain, tapi terancam tak bisa melanjutkan pendidikan karena perkara biaya.

Bagi Aguk, langkahnya itu adalah jihad, untuk menyediakan kail ketimbang ikan. ’’Membantu dengan ilmu literasi lebih bermanfaat daripada membantu dengan sejumlah uang,’’ tuturnya.

Aguk mengakui, sebelum sampai pada keputusan mendirikan pesantren literasi, dirinya sebenarnya sempat berada di persimpangan. Persisnya setelah rekan seperjuangannya mendirikan Sanggar Terjemahan Arab pada 2002, Khamran, memilih mundur enam tahun berselang. ’’Dia keterima menjadi dosen di Lampung,’’ ungkapnya.

Sanggar yang berada di Sewon, Bantul, tersebut selama kurun waktu itu menampung para santri yang pandai berbahasa Arab. Di sana mereka diajari menerjemahkan buku-buku bahasa Arab ke bahasa Indonesia.

Aguk bimbang antara meneruskan ikhtiar di dunia literasi itu atau memilih menjadi dosen seperti sang kolega. Akhirnya keinginan untuk berbagi kepada anak-anak muda dengan latar belakang seperti dirinyalah yang menang. Aguk mengaku tidak ingin melihat anak muda berpotensi putus sekolah karena masalah ekonomi. Dari sanalah dia lantas mengajak beberapa santri untuk belajar menerjemahkan.

’’Mereka bisa hidup dari sana. Gaji penerjemah juga tidak sedikit,’’ ucap pria yang berulang tahun tiap 1 April itu.

Aguk menambahkan, biasanya para santri yang datang sendiri kepadanya untuk belajar. Namun, ada juga beberapa santri hasil rekomendasi pondok pesantren yang mereka tinggali sekarang.

Perjuangannya tak sia-sia. Sejauh ini Baitul Kilmah sudah meluluskan tujuh angkatan. Tiap angkatan terdiri atas sebelas santri. Adapun kurikulum belajarnya hanya dibatasi dua tahun. ’’Kalau sudah dua tahun, mereka dianggap sudah mandiri. Bisa mencari uang sendiri dengan ilmu literasi yang didapat dari sini,’’ jelas bapak dua anak itu.

Tinggalkan Balasan