Camat Padalarang Slamet mengungkapkan, kejadian ini merupakan musibah yang berdampak pada 30 rumah dan 30 kepala keluarga (KK). Longsoran tanah ini akibat dari retakan tanah di kawasan milik PT Huni Karya Parahyangan selama musim kemarau dan tiba-tiba turun hujan deras yang mengakibatkan tanah terbawa air.
”Yang parah satu dan tiga rumah lainnya rusak biasa. Kita langsung kumpulkan warga yang terkena musibah ini dihadiri dari perwakilan perusahaan lahan tersebut. Diputuskan, setiap KK mendapatkan Rp 500 ribu untuk biaya ganti rugi dan kebersihan rumah yang terkena lumpuran tanah tersebut,” ujarnya.
PT Huni Karya Parahyangan, kata Slamet, yang merupakan perusahaan di bidang properti ini merespon cepat bagi warga yang terkena dampak longsoran tanah tersebut. Berkumpulnya bersama warga, bertujuan agar menemukan satu titik kesepahaman tentang ganti rugi bagi mereka yang terkena musibah ini. ”Termasuk pada penggantian aset milik warga yang rusak,” bebernya.
Lahan milik PT Huni Karya Parahyangan yang memiliki luas 40 hektar dulunya merupakan tanah milik Yayasan Pendidikan Nusantara yang digunakan untuk galian C atau tambang pasir. Sejak 5 tahun yang lalu, lahan tersebut beralih menjadi milik PT Huni Karya Parahyangan untuk pembangunan perumahan. Disinggung soal apakah lahan tersebut sudah memiliki izin untuk pembangunan perumahan, Slamet mengaku soal izin sudah dimiliki sebelum dirinya menjadi camat.
”Sebelum saya jadi camat di sini, katanya izin sudah didapat. Bilangnya izin sudah keluar dari kabupaten,” ujarnya.
Di tempat yang sama, perwakilan dari PT Huni Karya Parahyangan Juanda terlihat menghindari para awak media dengan alasan ingin meninjau kembali lahan dan rumah warga yang terkena musibah tersebut. ”Saya mau tangani dulu (meninjau rumah warga) takut keburu hujan,” singkatnya seraya meninggalkan para awak media yang sudah menunggu. (drx/rie)