Meluncur dari Lereng Bukit Tunggul

Serunya Bermain Kadaplak, Balap Mobil Kayu Ala Kampung Batu Loceng

Suasana seru, tegang sekaligus menggelikan dengan aksi-aksi lucu dihadirkan para pembalap amatir di sirkuit dadakan di Kampung Batu Loceng Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Acara ini seru karena balapan tidak menggunakan mobil Formula 1, melainkan mobil-mobilan buatan sendiri berbahan kayu bernama Kadaplak. Pesertanya pun beragam dari anak-anak hingga orang dewasa. Mereka harus menuruni bukit dengan dan tikungan tajam yang membuat para peserta ”nyungsep” saat balapan.

NITA NURDIANI PUTRI, LEMBANG

KEPALA Desa Suntenjaya Asep Wahyono mengatakan, Kadaplak adalah sebuah alat permainan khusus yang hanya digunakan untuk jalanan menurun, dibuat dari kayu papan panjang kira-kira 80-100 cm. ”Pada bagian depan dibuatkan kemudi serta empat roda kayu yang dilapisi karet dari potongan ban kendaraan bermotor dan kadang pula yang menggunakan laher mobil maupun motor,” ucapnya kepada Bandung Ekspres Minggu (1/11).

Sebelum perlombaan, para peserta menggendong Kadaplak untuk mencapai tempat yang lebih tinggi di kawasan lereng Bukit Tunggul. Setelah berada di jalan puncak, mereka sama-sama bersiap-siap untuk balapan. Layaknya balap mobil, begitu bendera start diangkat, para peserta meluncur meliuk-liuk di jalan menurun berlomba untuk berada paling depan.

Supaya rodanya berjalan, kakinya dijejakkan ke tanah hingga laju mobil melaju dengan kencang. Perkiraan maksimal kecepatan bisa mencapai 40 km/jam. Peserta yang lebih dulu menyentuh garis finish adalah pemenangnya.

Peserta lomba tidak bisa mengurangi kecepatannya karena tidak ada rem sehingga banyak dari peserta yang terjatuh saat menyentuh garis finish. Meski begitu, walau terlihat rasa lelah namun para peserta dan masyarakat yang menonton diliputi penuh suka cita dan gembira.

Di tempat yang sama, Ketua Panitia Perlombaan Kadaplak, Gunawan menuturkan, antusias warga mengikuti perlombaan balap ini sangat tinggi walaupun sebelumnya para pemenang tidak akan mendapatkan hadiah. ”Namun sebelum perlombaan, ada donatur yang mau memberikan hadiah meski hanya sepeda gunung dan handphone,” tutur Gunawan.

Dia mengatakan, tradisi ini sudah turun temurun warga setempat sejak tahun 1960 silam. Warga kerap mengikuti balap Kadaplak, tapi pada tahun 1998 balapan sempat terhenti dan warga hanya menggunakan mobil Kadaplak sebagai hobi saja. ”Terakhir tahun 1998 dan tahun ini kita mengadakan perlombaan balap ini lagi. Ke depannya mudah-mudahan pesertanya lebih banyak lagi dan tidak hanya berasal dari kampung ini saja,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan