Apakah pembebasan tanahnya tidak jadi masalah? Bukankah demokrasi Kolombia juga multipartai yang tidak pernah ada pemenang mutlaknya? Bukankah pemilihan presiden, gubernur, dan wali kotanya juga dilakukan secara langsung?
Benar. Tapi, sudah diterobos. Harga tanah yang terkena proyek, misalnya, ditentukan lembaga independen. Penentuan harganya sangat fair. Pemilik tanah yang tidak mau terkena proyek diberi waktu 25 hari. Lewat dari itu justru hanya akan dibayar 50 persennya!
Ribuan proyek lagi dilelang. Untuk mengejar ketertinggalan. Jarak dua kota terbesarnya (Bogota–Medellin) yang hanya 30 menit lewat udara harus ditempuh selama 12 jam jalan darat.
Semua penghambat diatasi. Jabatan politik dibatasi. Gubernur, bupati, dan wali kota hanya boleh menjabat satu periode. Itu pun hanya empat tahun. Masa jabatan presiden pun hanya akan boleh satu periode, enam tahun. Presiden sekarang, Juan Manuel Santos, adalah presiden terakhir yang boleh menjabat dua periode.
Kolombia memang jauh dari Indonesia. Tapi, negara itu akan maju tidak lama lagi. Itulah yang akan membuatnya terasa dekat. Tidak salah, kita satu-satunya negara Asia Tenggara yang punya kedutaan di sana.
Politiknya, hobi pindah partainya, kulturnya, pembawaan orangnya, tahapan kelas ekonominya, keramahan penduduknya, suka ngomongnya, begitu mirip dengan kita. Hanya, Kolombia sudah punya Rene Higuita, James Rodriguez, dan Sakhira.
Menarik untuk terus dilihat dan dibandingkan: Indonesia dan Kolombia. Siapa yang akan lebih maju 15 tahun mendatang. Saat James dan Sakhira sudah tua. (*/rie)