Menurut Firman, kebijakan rezim masa lalu sering tidak sejalan dengan rezim masa kini. Buktinya, pemerintahan Jokowi banyak melakukan penyesuaian anggaran untuk sesuai dengan visi dan misi. Sayangnya, proses penyesuaian itu berjalan lambat yang juga berimbas pada berbagai aspek. ”Belum lagi gejolak politik KMP dan KIH karena tarik menarik kekuasaan. Realitanya seperti itu,” ujarnya.
Namun, dari semua hal, kata Firman, penyesuaian yang paling besar harus dilakukan Presiden Jokowi sendiri. Hanya berpengalaman sebagai wali kota di sebuah daerah yang terbilang kecil, ditambah pengalaman sebagai gubernur DKI Jakarta tidak sampai dua tahun, belum cukup menjadikan Jokowi sebagai Presiden dengan kapasitas dan kapabilitas mumpuni. ”Karena ini lonjakan luar biasa. Pengalaman Jokowi belum banyak soal dunia politik maupun Internasional,” ujarnya.
Sedikit demi sedikit, Firman menilai Jokowi sudah mulai belajar. Namun, untuk satu tahun ke depan Jokowi masih akan melanjutkan pembelajarannya, terutama mendapatkan seorang menteri yang cocok dengan dirinya. Reshuffle jilid dua sejatinya memberi angin segar, namun belum maksimal. ”Presiden seharunya menjadi manajer yang baik. Saat ini Presiden belum menjadi dirigen yang baik. Buktinya, menteri masih berantem, wakil presiden pun masih berbeda pendapat,” ujarnya mengingatkan.
Lalu bagaimana dengan diplomasi luar negeri? Pakar Hubungan Luar Negeri Hikmahanto Juwana mengaku, sikap pemerintah selama ini cukup tegas dalam berpolitik dengan negara lain. Salah satunya, soal pelaksanaan hukuman mati terhadap terdakwa asing. Pemerintah berhasil menampik semua tekanan dan tetap melakukan eksekusi mati.
”Pemerintah sudah membuktikan berpihak kepada warga dalam politik luar negeri. Bukan hanya eksekusi mati, tapi juga penenggelaman kapal dan pernyataan tentang Tiongkok,” ujarnya.
Sayangnya, sikap tegas tersebut hanya dilakukan jika diplomasi yang terkait dengan urusan dalam negeri. Peran-peran Indonesia yang biasanya bisa ikut berkontribusi dalam penyelesaian isu internasional tidak terlihat di era Jokowi. ”Ke depannya pemerintah harus aktif dalam isu internasional. Misalnya, menunjuk Marty Natalegawa untuk rekonsiliasi Korea Utara dan Korea Selatan,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care justru menilai kinerja diplomasi Jokowi tak cukup cemerlang. Salah satunya, peristiwa kecolongan pemerintah terkait eksekusi dua TKI di Arab Saudi. ”Solusi, pemerintah dengan moratorium pun solusi yang tepat. Seakarang malah ada ribuan TKI yang berangkat secara ilegal,” ungkapnya. (dyn/bay/bil/rie)