Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pihaknya bakal mengadakan aksi mogok nasional sebagai tanggapan terhadap keputusan formula pengupahan pemerintah. Aksi tersebut bakal diawali dengan demo yang bakal dilakukan 20 Oktober. Tanggal tersebut dipilih sebagai peringatan satu tahun pemerintahan Joko Widodo.
”Kami akan terus melakukan perlawanan dengan keputusan pemerintah. 20 Oktober nanti kami akan turun lagi ke jalan bersamaan dengan massa mahasiswa. Sedangkan, aksi mogok nasional akan kami laksanakan pada awal November nanti,” terangnya di Jakarta kemarin (16/10).
Dalam aksi yang berujung mogok nasional tersebut, Said kembali menegaskan tuntutan agar pemerintah tetap mempertahankan jalur perundingan dalam menentukan upah minimum setiap tahun. Dengan hal tersebut, pihaknya pun bisa menuntut agar setiap standar komponen hidup layak (KHL) yang terkini bisa dipenuhi. ”Kami ingin ada perindungan tripartit dalam hal ini. Pemerintah, Serikat Buruh, dan pengusaha. Supaya semua bisa diuntungkan dalam keputusan tersebut,” ungkapnya.
Namun, tak semua serikat pekerja bakal mengikuti aksi mogok tersebut. Sebut saja, Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI). Sekretaris Jenderal OPSI Timboel Siregar mengaku pihaknya tak akan ikut turun ke jalan. Pihaknya lebih memilih untuk menempuh jalur hukum.
”Kami sedang menunggu dokumen PP tersebut di tangan kami. Lalu kami akan kaji untuk mengajukan judicial review di Mahkamah Agung. Jika sesuai informasi publik, PP pengupahan justru menyalahi amanat undang-undang 13 2003 pasal 89,” terangnya.
Sementara itu, Menteri Ketanagakerjaan Hanif Dhakiri menegaskan bahwa upah minimum hanya salah satu indikator kesejahteraan pekerja. Selain upah, pihaknya pun sudah menyiapkan berbagai fasilitas sebagai jaring pengaman sosial masyarakat agar tetap makmur.
”Kami sudah membuktikan kehadiran negara dalam kesejahteraan pekerja pada tiga hal. Pertama, jarring pengaman upah minimum dengan sistem formula. Kedua, mengurangi beban hidup dengan kebijakan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagkerjaan, juga fasilitas lainnya. Ketiga, pengawan dialog bipartit antar pengusaha dan buruh,” terangnya. (owi/bil/rie)