Ajari Juliete sang Tunawisma Berjalan di Karpet Merah

Saat ditemui di Contempo, FX Sudirman, Sabtu sore (26/9), beberapa jam sebelum bertolak ke Manila, perempuan 43 tahun itu mengungkapkan cerita di balik film tersebut. Sejatinya Natalia tidak membayangkan akan berkiprah dalam bidang film. Sebelumnya, sudah ada tawaran kerja sama untuk membuat film bioskop tentang kisah Yayasan Maria Monique. Bahkan, tawaran itu juga datang dari produser film Amerika Serikat. Tapi, Natalia menolak karena tidak ingin film tersebut jadi proyek komersial. ”Saya bahkan pernah berucap enggak akan bikin film tentang kisah ini,” tuturnya.

Namun, Natalia akhirnya berubah pikiran dan mewujudkan keinginan itu. Niatnya adalah membuat film dari, oleh, dan untuk kaum yang kurang beruntung. Momen tersebut terjadi pada pertengahan tahun ini. Dia hanya punya waktu tiga pekan untuk membuat film dokumenter yang akhirnya ditampilkan di Institut Francais Jakarta atas prakarsa Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corinne Breuze pada 7 Juli lalu. Ketika itu, judulnya adalah Du Fond Du Coeur (Dari Lubuk Hati Terdalam).

Nah, selanjutnya, Natalia berkesempatan melakukan screening atau pemutaran terbatas di Manila. ”Saya dipertemukan oleh Tuhan dengan orang-orang yang sebelumnya tidak saling kenal,” ungkapnya. Di antaranya, Bruce Winton, GM Marriott Hotel Manila yang menghubungkannya dengan Owen Cammayo, direktur corporate communication Resort World Manila.

Natalia menyatakan sama sekali tidak punya dasar ilmu pembuatan film. ”Waktu ditanya orang bioskop, format filmnya apakah sudah DCP, saya enggak ngerti apa itu,” ungkapnya.

Natalia yakin, dengan niat baik, jalannya akan dipermudah. Kemudian, dia dipertemukan dengan Ahsan Andrian yang menjadi editor film, Kurniawan Biantoro yang membuat motion graphic, Sulistyaningrum Anuraga selaku asisten produser, serta Andhy Pulung dan Edwin Wiranta yang membuatkan format digital cinema package (DCP) film tersebut. Ada pula Jaron Nepomuceno yang men-shoot beberapa scene di Manila dan banyak lainnya. ”Semua rela tidak dibayar. Itulah mengapa saya katakan bujet film ini nol rupiah. Modalnya hati,” ucap Natalia.

Ada beberapa bintang yang bermain di film tersebut. Salah seorang di antaranya adalah Rachel Rotua Sinambela, 10, anak low vision (daya tangkap penglihatan minim) dari Tangerang, Banten, yang jago menyanyi. Ada pula Samsuri, 13, pengidap gangguan liver. Keduanya turut hadir di acara konferensi pers Sabtu lalu di Contempo FX Sudirman. Rachel memamerkan suara indahnya dengan menyanyikan lagu Andai Aku Bisa yang membuat terharu. Samsuri menceritakan keseruan saat syuting. ”Syutingnya naik mobil bagus banget (yang dimaksud adalah Porsche, Red). Seneng pokoknya,” ucap dia, lalu tersenyum malu-malu. Ada pula Pak Item, kepala pemulung di Semarang, Jawa Tengah, yang menjadi kamerawan untuk salah satu scene.

Tinggalkan Balasan