Hingga saat ini ada 40 mahasiswa yang dipastikan telah tertipu Berkeley. Sebenarnya, jumlah mahasiswanya lebih banyak, tapi yang lainnya hanya mahasiswa kursus. ”Ada mahasiswa yang kursus dan itu legal. Yang 40 ini ikut yang tanpa izin,” paparnya.
Soal mengapa hanya satu tersangka, dia menuturkan bahwa ini justru kelihaian dari LK. Sebab, dia sendirian yang mengatur upaya pemalsuan itu. ”Karyawan kampusnya tidak mengetahui itu palsu,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Mansur Ramli mengatakan, penindakan terhadap tindak pidana ijazah palsu harus benar-benar menimbulkan efek jera. Dia menuturkan dalam peredaran ijazah palsu ini, ada simbiosis saling keterikatan antara penerbit ijazah dengan pengguna.
”Untuk itu sanksi pidana tidak cukup diberikan kepada pihak yang menerbitkan ijazah palsu saja,” katanya di sela persiapan seminar nasional Islamic Quality Assurance (IQA) di Jakarta kemarin. IQA merupakan asosiasi otoritas penjaminan mutu pendidikan di negara-negara Islam anggota OKI (Organisasi Kerjasama Islam).
Mantan kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud itu mengatakan sanksi pidana peredaran ijazah palsu seharusnya juga menyasar pihak pengguna. Mansur bahkan mengatakan di dalam Undang-Undang 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi sudah diatur bahwa pihak penerbit dan pengguna ijazah palsu dikenai tindak pidana.
Dia menuturkan bahwa ijazah itu hanya berhak diberikan oleh lembaga pendidikan yang terakreditasi BAN-PT dan menjalankan program pembelajaran sesuai ketentuan. ”Ada kasus kampus abal-abal tetapi memiliki akreditasi BAN-PT juga. Karena ketika diakreditasi itu statusnya kampus aktif. Tetapi dalam perjalanan waktu menjadi tidak aktif,” paparnya.
Mansur mengatakan sudah diundang jajaran kepolisian untuk dimintai pendapat dan masukan terkait peredaran ijazah palsu itu. Dia mengatakan kepada polisi, bahwa pengguna ijazah palsu itu seharusnya juga dijerat pidana. Meskipun ada pihak yang menyebut pengguna ijazah itu adalah sebagai korban penipuan.
Menurut dia ada sebagian pengguna ijazah palsu yang sejak awal mengetahui bahwa ijazah yang dia pesan adalah palsu. ”Misalnya sudah menyiapkan uang Rp 15 juta untuk menebus ijazah,” katanya.
Nah orang-orang yang dengan sengaja membeli ijazah palsu seperti ini, tidak bisa disebut sebagai korban. Tetapi mereka juga terlibat tindak pidana peredaran ijazah palsu. (idr/wan/rie)