PROSES terciptanya logo ’Ndas mangap’ tak lepas dari perjalanan tret-tet-tet pertama kali yang dilakukan Jawa Pos pada laga Persebaya versus Persija Jakarta, 1 Maret 1987. Pada Tret-tet-tet itu, semua yang ikut meski memakai ikat kepala bertuliskan ’Persebaya 1987’.
Dalam setiap pemberitaan, Jawa Pos mempunyai template selalu memunculkan logo/ikon kecil di bawah judul sebagai ciri khas. Dalam pemberitaan Persebaya, logo Persebaya dengan hiu dan buaya selalu ada menghiasi.
Namun pasca, tret-tet-tet kali pertama itu, pada 3 Maret 1987, logo Persebaya mulai tergantikan dengan foto Dahlan Iskan memakai ikat kepala bertuliskan ’Persebaya 87’. Foto yang didapat saat tret-tet-tet melawan Persija. Pada edisi itu, setiap berita yang berkaitan dengan Persebaya, selalu memunculkan foto Dahlan berukuran 2 x 3 cm. Secara artistik koran, hal itu amat menganggu.
Mengingat gambarnya buram dan gelap. Jelek juga jika foto dijadikan sebuah ikon dan direpetisi pada tiap halaman. Sadar akan hal ini, Dahlan pun meminta grafis Jawa Pos, Mister Muchtar untuk mereproduksi foto itu menjadi sebuah coretan tangan.
”Saya tahu dia asli Makassar yg eksplosif dan punya selera baik. Dia juga cinta sepakbola. Saya minta ciptakan logo yang bisa memberi semangat. Maka dia buat sketsa supporter yang lagi berteriak. Dengan ikat kepala. Saya langsung setuju. Sangat ekspresif,” kata Dahlan.
Secara ekspersif, sosok pemuda yang berteriak itu mirip-mirip seperti karya pelukis terkenal asal Jogjakarta, Affandi yang berjudul ’Bung ajoe, Bung! Betulkah itu? Mister mengaku sosok itu merupakan reprentasi dari Dahlan Iskan sendiri. ”Bos memperagakan ekspresi seperti berteriak, jadi logo itu adalah gambaran ekspresi pak Dahlan berteriak,” katanya.
Pada edisi 4 Maret 1987. Iulah kali pertama si Ndas mangap tampil di publik. Semakin sering tampil, Ndas mangap semakin lekat dengan suporter surabaya. ”Maskot Persebaya 87 yang diciptakan dan dipopulerkan Jawa Pos kini sudah jadi milik umum. Penjual kaos, stiker dan pemilik kendaraan menggunakan maskot itu secara luas,” tulis wartawan Jawa Pos, sebelum laga final Persebaya versus PSIS Semarang. (11/3/1987)