Meskipun di Indonesia bakal ada dua kali pelaksanaan salat Idul Adha, pengelola masjid nasional Istiqlal memastikan hanya melaksanakan salat Idul Adha pada 24 September. ’’Patokan kami adalah keputusan pemerintah,’’ kata Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Wa’kub.
Ali Mustafa menjelaskan meskipun masjid itu adalah milik umat, tetapi dia menuturkan tidak bisa mengakomodir keputusan di luar pemerintah. Dia menuturkan kemarin (23/9) juga ada ormas Islam yang sudah melaksanakan salat Idul Adha.
’’Jika semua keputusan ormas-ormas Islam diakomodir Istiqlal, salat Idul Adhanya bisa berkali-kali,’’ tuturnya. Sebab saat ini di Indonesia setidaknya ada sembilan macam patokan penetapan hari-hari besar Islam.
Pemerintah menggunakan rukyah atau mengamati hilal (bulan muda). Sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab (perhitungan) untuk mengetahui tinggi hilal. Selain itu Ali Mustafa juga mengatakan ada penetapan hari besar Islam berdasarkan kehendak ketua ormasnya.
’’Masjid Istiqlal menggunakan pedoman MUI (Majelis Ulama Indonesia, red),’’ tuturnya. Dalam pedoman MUI itu disebutkan bahwa regulator pembuat keputusan hari-hari besar Islam di Indonesia adalah Kemenag.
Sesuai jadwal imam salat Idul Adha di Istiqlal adalah Hasanuddin Sinaga dan bertindak selaku khatib adalah guru besar UIN Jogjakarta Prof Amin Abdullah. Data hewan kurban yang terkumpul di Istiqlal hingga kemarin sore adalah 12 ekor sapid an 14 ekor kambing.
Ali Mustafa mengatakan, masyarakat penerima daging hewan kurban tidak perlu menumpuk atau mendatangi Istiqlal. Sebab setelah disembelih di tempat pemotohan hewan Istiqlal, dagingnya akan didistribusikan ke pos-pos yang sudah ditetapkan di penjuru Jakarta Pusat. ’’Pos itu ada masjid, panti asuhan, dan titik strategis lainnya,’’ katanya.
Dia berharap skema pembagian daging kurban tidak sampai mengundang masyarakat ke masjid atau musala. Tujuannya adalah menekan potensi keributan karena orang berdesak-desakan. (wan/dyn/hen).