Usia 205 tahun untuk ukuran sebuah kota, sudah termasuk tua. Artinya Bandung, lahir sebelum Indonesia merdeka. Sehingga, dalam tata kelola pemerintahanpun, terlihat lebih cantik. Atau tercermin dari kecantikan luar dalam komponen prilaku.
Ecara esensial, gambaran kecantikan pemerintah kota, dapat dilihat dan dirasakan dari aktualisasi kebijakan mewujudkan Bandung Juara . ’’KebijakanTak hanya menyentuh bagian luar (fisik), dalamnyapun di garap,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Haru Suandharu, S.Si, M.Si.
Seperti saya sebutkan di atas, sahut Haru, karena sudah semakin tua (dewasa), maka komunikasi dua arah antara eksekutif – legislatif didasari sikap saling menghormati dan transparansi.
Sehingga, pemberi pesan dan penerima pesan kualitasnya ditentukan oleh dua belah pihak. Maka, kebijakan yang di keluarkan selalu mempertimbangkan kepentingan masyarakat. ’’Perwujudan itu saya rasa cukup baik. Saling mendukung melalui tugas pokok dan fungsi masing-masing. Dewan bisa diharapkan masyarakat. Pemerintah, menjabarkan aspirasi sesuai keinginan masyarakat. Parameternya, hasil reses dewan di dorong Pemkot Bandung, melalui anggaran di APBD,” tukas Haru.
Hasil kesimbangan tersebut, cetus haru, kehormatan dewan terpelihara. Pemerintah kotapun tidak bekerja serabutan dan berdiri sendiri. Bekerja atas karya bersama. ’’Penghargaan yang diperoleh dilandasi kerja bersama. Baik kesuksesan maupun kegagalan, menjadi hak bersama pula,” ujarnya.
Bercermin dari keberhasilan dan kegagalan artinya, pembangunan kota Bandung, berjalan secara berkelanjutan. Atau bisa juga dikatakan pemerintah dalam menggarap kegiatannya, melihat potensi juga persoalan. Semua itu jadi ukuran dalam menilai sejauhmana Rancana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang dibiaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mampu direalisasikan.
Dibalik kesuksesan selalu ada persoalan krusial yang membentang menjadi tantangan. Begitu pula, unutk ukuran kota Bandung. masalah klasik yang menjadi keluhan warga kota, menyeruak lewat persoalan transportasi (kemacetan), pendidikan, sampah dan dapat disebut masalah yang memerlukan pengentasan musibah planologi.
Dalam referensi politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, inti masalahnya ada pada persoalan budaya dan pola pikir. ’’Itulah kendala terberat, sebab persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan melalui teknologi,” papar dia.