JAKARTA – Kabar perbedaan penetapan Idul Adha 1436 hijriyah akhirnya benar-benar terjadi. Melalui sidang isbat yang berjalan singkat tadi malam, pemerintah menetapkan Idul Adha jatuh pada Kamis (24/9). Sedangkan Muhammadiyah lebih dulu menetapkan lebaran haji dilaksanakan Rabu (23/9).
Rangkaian sidang isbat diawali dengan paparan kajian astronomi dari astronom Jakarta Planetarium and Observatory Cecep Nurwandaya. Setelah itu rangkaian sidang dijeda sebentar untuk salat maghrib. Selanjutnya masuk prosesi sidang utama di auditorium kantor Kementerian Agama (Kemenag) dan digelar tertutup dari peliputan media massa.
Setelah berlangsung sekitar 15 menit, sidang isbat yang dipimpin Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Machasin usai. ”Saya mendapat tugas dari Menag (Lukman Hakim Saifuddin,R) untuk memimpin sidang. Sebab, Menag sedang menjadi amirulhaj,” kata Machasin usai sidang.
Guru besar sejarah kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga itu mengatakan sudah menerima laporan pemantauan hilal (rukyah) dari Papua sampai Aceh. Hasilnya seluruh perukyah melaporkan tidak bisa melihat hilal. Dengan demikian sidang isbat memutuskan menggenapkan (isti’mal) bulan Djulkaidah menjadi 30 hari.
Imbas dari isti’mal itu, maka ditetapkan 1 Zulhijah jatuh pada Selasa (15/9). Sehingga Idul Adha yang berlangsung setiap 10 Zulhijah, jatuh pada Kamis (24/9). ”Kalau ada yang menetapkan 1 Zulhijah jatuh pada 14 September (hari ini, Red). Sehingga Idul Adha-nya 23 September, tetap kita hormati,” tutur mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenag itu.
Machasin menjamin pemerintah memberikan kebebasan kepada umat muslim untuk merayakan Idul Adha sesuai keyakinan masing-masing. Pemerintah menjaga perbedaan dan tidak mengeluarkan paksaan. ”Perbedaan seperti ini bukan hal yang luar biasa,” katanya.
Terkait dengan penyatuan penetapan kalender hijriyah, Machasin mengatakan sudah dilakukan terus menerus oleh Kemenag. ”Tapi bukan berarti sekarang statusnya sudah mentok,” ucapnya. Hanya saja upaya penyatuan terbentur kriteria masing-masing pihak.
Machasin mengatakan Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal. Di mana pokoknya hilal sudah di atas ufuk (lebih dari nol derajat) berarti sudah masuk bulan berikutnya. Sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) serta pemerintah menggunakan imkanul rukyah. Dengan kriteria tinggi hilal lebih dari 2 derajat dari ufuk. Dia optimistis masih ada kesempatan untuk menyatukan atau menyamakan kriteria tadi.