SUMUR BANDUNG – Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung batal direalisasikan. Presiden Joko Widodo mengubahnya menjadi rencana menbangun kereta dengan kecepatan menengah untuk rute yang sama.
Pengamat transportasi Alfiansyah menilai, langkah yang diambil Presiden Jokowi merupakan hal tepat. Berbeda kereta dengan cepat untuk Jakarta–Surabaya. Itu sangat perlu. Kemudian sebenarnya, untuk jalur Jakarta–Bandung masih bisa diantisipasi menggunakan jenis moda transportasi lain.
’’Bukan hanya itu, pembangunan di bidang transportasi di bidang lain perlu dilakukan secara meluas. Jangan hanya di Jawa saja,’’ kata dia kepada Bandung Ekspres saat dihubungi melalui telepon, Senin (7/9).
Sebab, kata dia, bila dipaksakan dibangun, bukan tidak mungkin menimbulkan kecemburuan sosial bagi daerah di luar Pulau Jawa. Seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua yang membutuhkan pembangunan transportasi secara perlahan. Sebab, Indonesia adalah negara kepulauan. Banyak yang harus dihubungkan menggunakan berbagai jenis moda transportasi.
’’Jenis kereta dengan kecepatan 200 kilometer/jam sengaja dipilih oleh pemerintah karena melihat kondisi Jakarta–Bandung yang hanya berjarak 150 kilometer/ jam,’’ ungkap dia.
Alfian menjelaskan, pemerintah perlu melihat juga efektifitas kegunaan serta sistem perawatan kereta dengan jenis tersebut. Pasalnya, beberapa jenis kereta memang memiliki kelas tertentu. Karena itu, baiknya menggunakan jenis yang kelasnya di bawah kereta cepat. Untuk memaksimalkan penggunaan dan perawatan.
Dia juga mendukung, rencana pemerintah menggunakan sistem business to business untuk mewujudkan transportasi kereta berkecepatan menengah untuk Jakarta–Bandung. Pasalnya, proyek yang digadang-gadang menelan budget Rp 70 triliun tersebut tidak akan menggunakan anggaran APBN. Dengan begitu, anggaran sebesar itu jika diambil dari APBN bisa untuk membangun daeah luar Jawa. ’’Itu lebih fair,’’ ujar dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menolak proposal kereta cepat Jakarta-Bandung yang diajukan Jepang dan Tiongkok. Pertimbangan Presiden, didasari kenyataan bahwa kecepatan kereta yang dijanjikan dalam proposal tidak bisa mencapai 350 kilometer per jam. Sebab, dengan memperhitungkan waktu transit di stasiun-stasiun antara Jakarta dan Bandung yang berjarak 150 kilometer, kecepatan maksimal kereta hanya sekitar 200 km per jam.