Polri seyogyanya menggali nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat dalam menyelesaikan setiap permasalahan dan persoalan. Polri tidak boleh secara kaku dan saklek untuk menyelesaikan setiap persoalan di tengah masyarakat secara hukum.
Polri harus berprinsip bahwa langkah pertama dan utama dalam menyelesaikan suatu kasus hukum / tindak pidana di tengah masyarakat adalah menekankan pendekatan sosial budaya, kearifan lokal, musyawarah mufakat, dan penyelesaian secara adat istiadat setempat. Masyarakat didorong untuk menyelesaikan sendiri persoalan mereka dan Polri hanyalah sebagai penengah/fasilitator/mediator. Apabila cara-cara ini tidak dapat mendamaikan antar pihak yang bertikai, maka barulah langkah terakhir ditempuh melalui jalur hukum.
Proses rekayasa sosial dilakukan agar supaya masyarakat terlibat aktif dalam suatu kesepakatan perdamaian sehingga akan merasa berkepentingan untuk menjaga berbagai kesepakatan dalam perjanjian perdamaian. Sebagai contoh kasus konflik antar kampung yang dipicu oleh persoalan sepele, misalnya rebutan pacar, selisih paham antar pemuda, dll, yang semuanya dikedepankan melalui rekayasa sosial bersama-sama dengan komponen masyarakat. Polri Mengembangkan Alternatif Dispute Resolution (ADR) Dalam menyelesaikan setiap kasus hukum yang terjadi ditengah masyarakat, Polri perlu pula mengembangkan alternative dispute resolution (proses penyelesaikan sengketa/kasus melalui cara-cara alternatif diluar proses hukum), khususnya dalam menangani kasus-kasus tindak pidana ringan (tipiring) yang mengedepankan mekanisme ADR dengan petugas Polmas sebagai garda terdepan.
Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa banyak kasus-kasus/tindak pidana yang dilaporkan masyarakat kepada Polri di berbagai wilayah (polres dan polsek) berkategori tindak pidana ringan, seperti pencurian ayam, pencurian kambing, pencurian buah, penggelapan uang kurang dari Rp 50 juta, pemukulan/penganiayaan ringan, dan hutang piutang kurang dari Rp 50 juta.
Dalam konteks penanganan kasus ringan tersebut di atas sebagai contoh, Polri dapat menerapkan ADR dengan mengundang berbagai pihak terkait dan pihak yang bersengketa untuk duduk bersama mendiskusikan dan memusyawarahkan kasus yang terjadi dan dicari solusi yang terbaik dan dibuat perjanjian/kesepakatan lisan dan tertulis ditandatangani oleh pihak yang bersengketa, disaksikan oleh aparat RT dan RW setempat, dan difasilitasi/mediasi oleh petugas Polmas setempat, tanpa harus diteruskan ke meja hijau/pengadilan.