Terapkan Ilmu Arsitek dalam Bisnis

Oleh karena itu, dia mendesain tempat senyaman mungkin. Ditambah, pengunjung bisa melihat cara pembuatan es krim dari luar. Sebab, ujarnya, homemade itulah salah satu alasan pengunjung bisa lihat disiplin cara memasak, tahu proses, sekaligus mengawasi. ’’Jadi sarjana arsitekturnya nggak percuma gitu aja,” ungkap penyuka warna toska ini sambil tertawa.

Untuk percobaan yang gagal, membeli bahan, semuanya habis sekitar Rp 10 juta. Namun dia berpesan pada masyarakat yang ingin berbisnis untuk tidak menjadikan modal awal sebagai patokan mengukur kesuksesan bisnis. ”Kita nggak boleh mematok dari modal, karena modal bukan penghalang untuk berbisnis,” ungkapnya yang memulai bisnis pada umur 23 tahun.

Kendala yang dihadapi bersama rekan-rekannya membuat dia menyarankan, jika terjun ke dunia bisnis, selain memiliki modal harus punya juga keberanian. Es krim Marsya juga pernah dicap cukup mahal. Pasalnya, dengan Rp 10 ribu, konsumen sudah bisa menikmati es krim yang dijual di toko-toko makanan atau minimarket. Namun, dia menegaskan, untuk percaya pada produk harus banyak mencoba, dan bertanya pada ahli bidang yang dituju.

”Kuncinya adalah jangan takut untuk coba dan tanya pada orang yang berpengalaman. Karena dari orang yang sudah berpengalamanlah kita dapat mencuri ilmunya dan bagaimana pengalamannya,” tegas gadis yang hobi membaca biografi dan filosofi. (mgm-anne/tam)

Tinggalkan Balasan