195 Rumah Gelap Belum Tersambung Jaringan Listrik

SAGULING – Sebanyak 195 rumah di Desa Saguling belum tersambung aliran listrik. Hal ini sangat ironis, pasalnya Saguling merupakan wilayah penghasil listrik. Kasi Eksbang Desa Saguling Gunawan Wibisana menagatakan, rendahnya rasio elektrifikasi ini karena geografis Desa Saguling yang merupakan pegungan. Selain itu, penduduk di desa ini menyebar sehingga menyulitkan masuknya jaringan listrik..

listrik
ISTIMEWA

GELAP: Anak-anak belajar menggunakan penerangan dari cempor. Tidak adanya jaringan listrik, membuat banyak kampong di Desa Saguling gelap gulita.

Dari 195 desa itu, Kampung Bangkenan merupakan wilayah dengan rasio elektrifikasi rendah. Yaitu tedapat 68 rumah yang belum tersambung istrik. Selanjutnya Kampung Cibusung 67 rumah, Kampung Cijengkol 35 rumah, Kampung Citeureup 13 rumah, kampung Pasir Gadung 12 rumah, dan kampong lainnya yang terpelosok.

”Sebenarnya listrik memang sudah ada di Kecamatan Saguling. Akan tetapi, akses untuk mendapatkan listriknya itu yang sulit. Misalkan tiang listriknya dan kabel di PLN terbatas,” ucapnya.

Karaktek wilayah pegunungan menyulitkan dibangunnya tiang listrik. Gunawan menjelaskan, satu tiang listrik untuk 20 hingga 30 rumah. Sedangkan dalam satu pemukiman hanya terdapat 8 hingga 10 rumah saja.

”Pola di sini memang tidak berkoloni terlalu banyak. Hanya sampai 10 rumah lalu akan terhalang lagi rumahnya dengan sawah dan ladang, kemudian ada lagi rumah 8 rumah,” ucapnya. Dia mengakui, pola pemukiman tersebut menjadi ciri pemukiman warga yang berada di pegunungan.

Selain itu, jangkauan kabel PLN dari tiang ke rumah hanya sepanjang 35 meter. Sedangkan jarak antar rumah warga cukup berjauhan. Hal ini membuat KWH Listrik tidak terjangkau. Kebanyakan warga menitipkan KWH listriknya di rumah tetangganya yang berdekatan dengan tiang listrik. Namun ada pula warga yang masih menggunakan satu KWH listrik untuk dua rumah.

Ditempat yang berbeda, Diyat, 70, warga RT 01 RW 05, Kampung Kubang, Desa Jati yang KWH listriknya dititipkan di RW setempat. Dia mengaku, jarak tiang listrik, KWH dan rumah cukup jauh. Sehingga, untuk mendapatkan listrik dirinya mau tidak mau harus melakukannya cara seperti itu.

”Keadaan ini terjadi sejak tiga tahun yang lalu. Karena tidak ada pilihan lain, jadinya warga bertahan,” ucapnya. (mg5/fik)

Tinggalkan Balasan