Dana Lapindo Optimistis Cair Besok

Di sisi lain, dana talangan kepada masyarakat korban lumpur Lapindo dinilai bukan menjadi sebuah solusi yang tepat. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan bersama Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menemukan banyak masalah sosial, ekonomi dan lingkungan yang harus lebih untuk dilakukan penanganan.

“Dana talangan ini bukan menjadi sebuah pintu keluar. Tapi, malah akan menimbulkan masalah lainnya,” jelas Direktur Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, kemarin, di Jakarta.

Salah satunya, pengabaian praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama delapan tahun ini terjadi. Pada tahun 25 Oktober 2012, Komnas HAM menyebutkan terjadi pelanggaran secara sistematis dan meluas.

“Sampai saat ini, 15 pelanggaran akibat semburan lumpur tersebut pun tidak pernah terselesaikan,” jelasnya. Yakni, adanya korban meninggal dunia (hak untuk hidup), sebanyak 11.974 jiwa yang tempat tinggalnya terendam lumpur (hak atas perumahan, hilangnya pekerjaan dan lumpuhnya perekonomian di Sidoarjo (hak atas pekerjaan dan hak pekerja).

Begitu juga dengan pelanggaran HAM lainnya seperti hak atas rasa aman, hak pengembangan diri, hak atas pendidikan, hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas kesejahteraan, hak atas jaminan sosial, hak atas pengungsi, serta hak kelompok rentan (penyandang cacat, orang berusia lanjut, anak dan perempuan).

“Sampai saat ini pun belum ada tindakan keberlanjutan penanganan yang bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan terkait penanganan sekitar 1.774 siswa SD, SMP, SMA dan pondok pesantren,” jelasnya.

Sehingga, KontraS pun mengharapkan adanya koordinasi antar Kementerian untuk turut serta dalam menagih kerugian yang ditimbulkan akibat semburan lumpur tersebut. Hal ini mencegah terjadinya keruian negara sendiri.

Tak hanya itu, pemerintah juga belum ada tindakan nyata terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasca terjadinya bencana. “Dalam UU No.32 Tshun 2009, seharusnya menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya (PT.MLJ). Namun, hingga sekarang ia hanya menjadi catatan saja,” jelasnya. Penanganannya harus didasarkan pada prinsio polluter pay principles dan konsep strict liability.

KontraS pun mengingatkan kepada pemerintah terkait dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan yang telah diatur dalam Undang-Undang. HGU ini akan kembali menjadi tanah Negara setelah 25 tahun hak tersebut digunakan.

Tinggalkan Balasan