Setelah berkoordinasi dengan penasihat hukum, kedua terdakwa menyatakan pikir-pikir atas vonis hakim. ’’Kami akan pelajari dulu amar putusannya,’’ ujar Adnan Pambudi, penasihat hukum terdakwa dari PHBI Jogjakarta, setelah sidang. Adnan meyakini dalam kasus tersebut, kliennya adalah korban sindikat mafia narkoba internasional.
JPU Slamet Supriyadi juga memilih pikir-pikir. Menurut dia, vonis bagi seorang kurir narkoba perlu dikonsultasikan ke Kejaksaan Agung. ’’Tanya saja ke Kapuspenkum,’’ katanya.
Sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP), kurir narkoba itu ditangkap petugas Pabean setelah turun dari pesawat SilkAir bernomor penerbangan MI-152 rute Guangzhou-Singapura-Jogjak arta. Keduanya bertolak dari Indonesia pada 16 Desember 2014 melalui Bandara Adisutjipto menuju Guangzhou, Tiongkok. Di Negeri Ginseng, dua perempuan itu tinggal selama 11 hari dengan alasan berlibur.
Tuti dan Jumidah tergiur iming-iming upah Rp 5 juta dari seorang warga negara asing kulit hitam yang tinggal di Jakarta. WNA itu diakui sebagai pacar Tuti. Pelaku diminta mengambil barang haram tersebut untuk dibawa ke Jakarta melalui Jogjakarta.
Namun, saat melewati pintu X-ray bandara, aparat mencurigai isi koper besar milik kedua pelaku. Setelah diperiksa, petugas mendapati lima tas kecil berisi 10 bungkus sabu-sabu berbentuk kristal di dalam koper Jumidah. Sedangkan koper Tuti berisi enam tas dengan 12 bungkusan serupa. (yog/laz/c7/end/hen)