[tie_list type=”minus”]Pemilik Tanah Tidak Puas Pada Tergugat[/tie_list]
CIMAHI – Sengketa lahan Nusa Ekslusive Cluster di Jalan Citeureup Cimahi Utara Kota Cimahi nyaris ricuh. Aksi adu mulut hingga baku hantam antara pemilik lahan dengan pihak tergugat pun pecah. Namun, kejadian itu bisa dilerai pihak kepolisian Polsek Cimahi.
Sang pemilik lahan Hj Ia Marlia, 64, tidak puas dengan pengembang perumahan yang menyerobot lahan seluas 7.420 m2 (persegi) miliknya. Menurutnya, pengembang melakukan tindakan sewenang-wenang karena telah membangun 13 cluster perumahan elit meski status tanah masih itu dalam sengketa dan kini sedang masuk dalam tahap pengadilan.
Karena masih dalam tahap sengketa, penggugat kemudian menyegel tanah melalui pemasangan plang di depan kompleks perumahan. Kemudian, menghalangi jalan agar tidak ada kegiatan pembangunan di lahan miliknya tersebut.
Untuk diketahui, lahan tersebut disita menjadi jaminan oleh Pengadilan Negeri Bale Bandung (PNBB) terhadap Petrus Dinata sebagai tergugat.
Menyikapi hal itu, keluarga penggugat Emil Perkasa mengaku pembangunan perumahan sudah melanggar aturan. Sebab pihak tergugat masih belum membayar sisa uang pada penggugat sebesar Rp 10.138.000.000 sebagai uang jual beli tanah tersebut.
”Dalam perjanjian, pihak pembeli. (Petrus Dinata) diberi batas waktu melunasi pembayaran selama tiga bulan dengan total harga senilai Rp 10.138.000.000. Tapi hingga jatuh tempo, pihak pembeli tak kunjung juga melunasi sisa pembayarannya. Sampai akhirnya kami harus menyegel lahan yang masih dalam kepemilikan kami,” terang Emil anak dari Hj Ia Marlia kemarin.
Dia mengatakan, sebelum penyegelan kemarin, pihak keluarga pernah ingin menyampaikan keluhannya langsung kepada tergugat. Namun dihalang-halangi belasan preman bayaran yang berjaga di depan kompleks perumahan. ”Karena telah menyalahi aturan, kami menganggap batal atas perjanjian jual beli yang telah dilakukan dengan pihak pembeli. Namun saat hendak mengambil kembali akta tanah, pihak notaris malah menahan akta tanah miliknya tersebut,” terangnya.
Sebetulnya, pengadilan pernah memasang plang sebagai tanda sita jaminan atas lahan tersebut. Artinya, kata Emil, tanah tidak boleh diperjualbelikan atau dibangun sebelum ada keputusan dari pengadilan. Kenyataannya, keberadaan plang itu tidak bertahan lama. Sebab, beberapa hari kemudian dicabut oleh pengembang yang dibantu preman bayarannya. ”Hari ini (kemarin) kami kembali memasang plang agar masyarakat dan penghuni perumahan tahu bahwa status tanah masih sengketa dan kini sedang dalam tahap pengadilan,” jelasnya dengan nada tinggi.